Menatap Kematian Di Kuil Kehidupan Pashupatinath
December 17, 2020Kuil suci agama Hindu yang berada di tepian sunga Bagwati dikenal sebagai tempat pembakaran jasad paling sakral di Nepal
Perjalanan jelajahi wisata di sekitar Kathmandu masih berlanjut. Setelah jelajahi kota kuno Patan Durbar Square, menjelang sore kami menjejakkan kaki menapak di Kuil Pashupatinath. Sebuah kuil kuno yang masuk dalam situs warisan dunia UNESCO. Di sinilah manusia dihantarkan menuju alam kematian.
Melewati gerbang pintu masuk kuil dijumpai banyak penjual bunga dan perlengkapan untuk sembahyang. Deretan penjual souvenir hingga lukisan menawarkan dagangan. Sesaat nampak seperti tempat wisata lainnya.
Berjalan lebih dalam, sebuah sungai lebar dengan aliran air tak terlalu deras. Airnya keruh. Sapi asik merumput di tepian. Sungai suci agama Hindu ini dikenal dengan sungai Bagmati. Alirannya panjang hingga menyatu dengan sungai Gangga di India.
Menyusuri sungai, semakin masuk kedalam area kuil nuansa magis menyelimuti. Asap mengepul. Aroma pembakaran kayu mulai merangsek kedalam hidung. Di seberang sungai, beberapa orang berpakaian putih membersihkan sisa kremasi di sebuah altar terbuka, sementara di sampingnya tumpukan kayu baru menunggu untuk proses kremasi selanjutnya.
Kuil kuil dengan bentuk berbeda berdiri di kedua sisi sungai. Kuil berbentuk Pagoda mendominasi disebelah kanan hingga menanjaki bukit. Sementara di seberang sungai deretan kuil tua, ada yang berbentuk Newari yang menjadi ciri khas gaya arsitektur kuil di Nepal. Dan yang paling besar adalah kuil Pashupatinath.
Kedua sisi sungai dihubungkan dengan jembatan. Ketika akan menyeberangi jembatan langkah kami terhenti, di seberang sungai terlihat jasad seorang wanita tertutup kain putih dan orange. Menyisakan wajah dan kaki yang masih terbuka. Seorang lelaki membasuh kaki dan kepala jasad dengan aliran sungai Bagmati. Proses pembasuhan ini untuk mensucikan jiwa jasad. Sementara keluarga berkerumun membawa untaian bunga marigold, yang kemudian diletakkan diatas tubuh jasad.
Penasaran, saya duduk bersama para penziarah dan juga turis mancanegara yang juga ingin melihat proses kremasi. Kami duduk di sepanjang sungai. Menyaksikan proses kremasi dari sisi seberang.
Setelah disucikan jasad dibawa di atas tandu mengitari tumpukan kayu yang akan digunakan untuk kremasi sebanyak tiga kali dan searah jarum jam. jasad kemudian diletakkan di atas kayu tersebut. Kemudian seluruh tubuh jenazah ditutupi dengan jerami menyisakan muka. Umat Hindu percaya roh keluar dari tubuh melalui kepala.
Dengan membawa obor api penyulut, anak lelaki tertua dari keluarga mengitari jasad searah jarum jam. Tak sanggup, lelaki itu mengitari jasad ibunya, meratap dan menahan tangis, berusaha tegar dan terus mengitari jenazah sebanyak tiga kali.
Saya memalingkan muka kemudian menundukkan kepala. Berusaha menghentikan mesin waktu yang terus mengaduk rasa. Waktu dimana ayah meninggalkan kami selamanya. Leher rasanya tercekik. Berat. Ada air mata yang siap tumpah.
Berusaha tegar, saya menatap Najin. Saya bertanya kepadanya “apakah dia sanggup untuk melihat prosesi kremasi?” Dia bilang tidak apa apa. Dia ingin melihat tanpa rasa khawatir. Di India tempat kami tinggal, prosesi pembakaran jenazah menjadi hal biasa. Hanya saja, kami tidak pernah melihat secara langsung prosesi perabuhan secara lengkap. Prosesi kremasi di Nepal dan India tidak jauh berbeda. Dilakukan dengan ritual sederhana di tepian sungai suci.
Setelah melihat proses kremasi kami melangkahkan kaki melewati jembatan. Menatap kuil utama Pashupatinath lebih dekat. Kami hanya melihat luarnya saja karena hanya umat agama Hindu saja yang diperbolehkan memasuki kuil.
Berdekatan dengan kuil utama, rasa begidik menyelimuti. Saya melihat beberapa jasad yang digotong diatas tandu, datang dan pergi. Bergantian. Jasad datang untuk dibawa ke kuil dan kemudian dikremasi ke tempat lainnya.
Selain kuil utama Pashupatinath, terdapat sederet kuil kuno lainnya. Ada satu kuil yang menarik mata dan menjadi keanehan sekaligus renungan tersendiri. Diantara aroma kematian, kuil bergaya Niwari menampilkan gaya bersenggama ala kamasutra pada ukiran kayunya. Bukankah kehidupan dimulai dengan hubungan dan berakhir dengan kematian?
Kami kembali menuju seberang sungai, menuju deretan dan tingkatan kuil hingga keatas bukit. Didalam stupa stupa tersebut terdapat sebuah lingga. Keberadaan lingga disini berkaitan erat dengan keberadaan kuil Pashupatinath itu sendiri. Legenda bercerita, suatu ketika Dewa Siwa turun ke bumi dengan menyamar menjadi seekor rusa dan berjalan jalan di sekitar sungai Bagmati. Ketika penyamaran terungkap, para Dewa memegang tanduknya untuk memaksa menunjukkan rupa aslinya hingga tanduknya patah. Berabad kemudian ketika seorang menggembalakan sapinya di tepian sungai, dia mendapati sapi menyirami tanah dengan air susunya sendiri. Penasaran, sang gembala mendungkil tanah dan mendapati patahan tanduk dewa Siwa berupa lingga. Begitulah lingga ini dipuja dan disiram susu oleh para peziarah hingga saat ini.
Diantara stupa banyak dijumpai para Sadhu. Petapa suci yang meninggalkan sisi duniawi. Rambut gimbal panjang. Wajahnya berbedak abu, berpakaian dan berhias nyentrik. Wajah mereka kerap kali menghiasi majalah majalah perjalanan yang menggambarkan eksotisme Nepal.
Sebelum meninggalkan pintu gerbang kuil Pashupatinah yang juga dikenal sebagai Kuil Kehidupan, tetiba ada hal yang menarik mata Najin. Dia langsung lari menuju seorang pria bule. Saya hanya tersenyum dan membiarkan dia pergi menghampiri.
Kami bertemu dengan mas bule di Swayambunath dan Patan durbar square. Mas bule ini sibuk menerbangkan drone yang bagi najin itu mirip dengan mainan helicopter remote miliknya. Hanya saja drone ini lebih besar dan dikontrol dengan layar handphone yang lumayan lebar. Dan itu menarik keingintahuannya. Entah apa yang mereka bicarakan. Mereka berbincang asyik di tepian sungai suci Bagwati ditemani seekor sapi yang sedang berbaring santai.
2 $type={blogger}
Mbaa, udh lama ihh ga main ke sini. Udh banyaaaak aja ceritanyaa ;).
ReplyDeleteEh btw aku selalu penasaran Ama cara pembakaran jenazah. Ntah itu upacara ngaben ato adat secara India Hindu gini. Rasanya gimana yaaa melihat jenazah dibakar sampai menjadi abu .. ga kebayang ... Jngankan di India, yg di Bali aja aku blm kesampaian bisa ngeliat :(
Iya, ini karena ada liburan akhir tahun dan nggak kemana mana jadilah mengisis waktu luang dengan menulis di blog meski dengan scerita lama. hehehe
DeletePembakaran jenazah sudah menjadi tradisi umat Hindu baik di nepal, India maupun di Bali. Lihatnya dari jauh kok mbak, terus tubuh mereka ketutupan dengan jerami. jadi yah....nggak terlalu gimana gitu