Diantara deretan lembah cantik yang menjadi lokasi favourite
shooting film Bollywood justru kehidupan desa gembala berhasil membawa resah ketika
harus meninggalkannya
Pasrah. Jalanan menuju Pahalgam ditutup karena
perbaikan jembatan. Sistem buka tutup jalan diberlakukan. Kami menurut saja,
ketika bapak sopir membanting setir ke kanan, mengambil jalan alternatif.
Jalan alternatif ini bagaikan parade off-road. Debu debu berterbangan dengan
lincahnya. Kerikil menyelimuti jalan membuat tubuh terkoyak dalam mobil yang
justru membuat kami tertawa penuh semangat. Jalan semakin menjauh meninggalkan jalan
utama, berada diantara pematang sawah dan rel kereta.
Semakin menjauh, parade jalanan off-road berganti jalanan tak terlalu
lebar. Roda berputar diatas tanah lihat padat berdamping dengan saluran air nan
jernih. Mobil berjalan lambat seirama dengan angan menyesap kehidupan pedesaan di
kanan kiri jalan.
Lelaki memakai baju kombor salwar kamiz. Serasi
dengan wanita mengenakan baju lebih berwarna. Anak anak dengan pipinya berwarna
pink bermain dijalan.
Sinar mentari pagi menembus diantara sela
pepohonan menjulang tanpa dedaunan. bagaikan sebuah tirai berukuran jumbo di tepi
jalan. Berharmoni dengan deretan rumah sederhana berteman hamparan kemuning
bunga canola. Bunga yang kelak menjadi minyak kuning pekat terhidang dalam kelezatan masakan khas Kashmir.
Diiringi sejuknya pagi, saya menarik nafas dan menyesapi apa yang tersaji. Ingin rasanya menangkap semua kehidupan desa penuh damai dalam sebuah video menjadikannya sebuah kenangan terbaik dalam hidup. Tapi, keinginan membebaskan mata menangkap keindahahnnya tanpa gangguan kotak lensa lebih kuat terasa.
30 menit berlalu kendaraan kami mulai meninggalkan desa. Kami kembali memasuki jalanan utama menuju Pahalgam. Epic. Kata
yang pas mendeskripsikan lukisan alam sepanjang perjalanan. Terhampar luas
kemuning bunga canola. Bagaikan hamparan karpet kuning membungkus bumi berlatar
belakang perbukitan. Semua terasa sempurna dalam naungan langit yang biruh
cerah. Alhamdulilah.
Berbeda
dengan hari kemarin ketika mengunjungi Sonamargh. Ketika menatap ladang bunga
canola noraknya minta ampun. Foto terus sampai dilihatin kendaraan yang berlalu
lalang. Ditambah lagi dengan drama demontrasi dijalanan sampai ledakan bom. Dalam
perjalanan ini kami sungguh kalem. Berhenti sekali saja untuk mengambil shoot video dan foto diri. Selebihnya, menikmatinya
dengan mata telanjang.
Dua jam berlalu. 95 KM terlewati sejak kami
meninggalkan kota Srinagar, Ibukota Jammu dan Kashmir. Kemuning bunga tergantikan
oleh deretan perkebunan apel. Hijau sepanjang jalan. Bunga yang kelak menjadi
buah apel memeriahkan ujung ujung batang. Jalanan mulai menanjak, meliuk
membebat pegunungan.
Mobil kami terhenti di Pahalgam disambut dengan
bapak pemilik kuda. Menawarkan kudanya menuju deretan lembah yang menjadi lokasi
shooting film Bollywood. Ada Switzerland valley, Behtab valley, Aru valley dan juga lokasi shooting film yang berada diatas perbukitan. Selain menanjak, jaraknya juga lumayan jauh. Saya memutuskan menyewa kuda apalagi saya
datang bersama anak, dan seorang teman, mbak Andri, nggak mungkin mengajak
mereka nanjak jauh.
Kuda melaju lambat menanjaki perbukitan. Meliuk
meliuk melewati jalanan berbatu berteman lebatnya pohon cemara. Pahalgam sendiri
berada di ketinggian 2130 Meter diatas permukaan laut. Kami melewati resort
resort terbuat dari kayu unik dengan latar belakang pegunungan bersalju mengingkatkan
kita akan alam Switzerland. Padahal juga belum menjejakkan kaki di Switrzerland.
Julukannya sih gitu, Switzerland of Asia.
Sesekali
kami berhenti untuk mengambil foto. Penjaga kuda poni kami, seorang bapak tua,
berumur sekitar 70 an tapi masih kuat nafasnya. Beliau berbicara dengan kami
dengan bahasa Inggris patah patah. Dan kebanyakan saya nggak ngerti, yang pada
akhirnya membuat saya memilih berbincang dengan beliau dalam bahasa Urdu.
Pahalgam yang dijuluki Village of shepherd dianugerahi perbukitan berbungkus pohon cemara tinggi
menjulang. Terletak di persimpangan
sungai Aru dan sungai Sheshnag. Sungai Aru dari lelehan Kolahoi gletser. Sedangkan
Sheshnag dari gletser pegunungan Himalaya. Perpaduan kedua sungai dengan aliran
air nan jernih memberikan keindahan tersendiri di Pahalgam.
Pahalgam juga dikenal sebagai tempat favourit
shooting film Bollywood. Seperti film Raazi,
Fitoor, Bajrangi Bhaijan, Highway, Haider, Aiyaary, Yeh Jawaani Hai Deewani.
Jab tak Hai Jaan. Dan masih banyak lagi. Jadilah, masing masing lembah dan point disini banyak yang dinamai sesuai judul
film. Diantara banyak film yang menampilkan keindahan Pahalgam, film Highway yang membuat saya memantapkan datang
ke Pahalgam. Bukan karena keindahannya justru kehidupan desa yang ditampilkan menarik
untuk dinikmati.
Hanya sebentar kami mengunjungi lembah lembah
berbungkus rerumputan, berteman dengan liukkan sungai dan baris pegunungan berbungkus
pohon cemara dengan cumbuan salju diujungnya. Dan memilih kembali ke tempat
parkir.
Semesta mendukung, balik menuju Srinagar kami
melewati desa desa di kaki lembah. Desa yang tak biasa, dengan keindahan dan
kedamain menarik hati untuk menyesapinya kala usia senja. wanita dan anak anak
duduk santai di pematang sawah hamparan bunga canola. Pepohonan penuh bunga
berwarna pink, sekilas nampak bunga sakura. Ternyata adalah bunga semacam buah
cerry. Begitu asri. Beberapa wanita desa duduk santai di pematang sawah
diantara kemuning bunga. Saya meminta pak sopir berhenti sebentar untuk
menikmatinya.
"ai
ye didi, ai ye...." dari kejauhan terdengar suara memanggil melihat kami
keluar dari mobil. Beberapa wanita yang duduk santai diantara pematang sawah
menawarkan untuk datang ke ladang mereka.
Tak mampu menolaknya, Najin dan mbak Andrie segera
berjalan menuju pematange sawah. Mblusuk diantara bunga. Urat norak kembali membuncah.
Saya sendiri mengambil keindahan dalam jepretan kamera dan sesekali berbincang
dengan mereka.
Bemain dan berbincang dengan wanita pedesaan lebih
menyenangkan. Anak anak kecil berparas jelita ikut mengerumuni kami. Meski mereka hanya bisa berbicara Kashmir, saya mencoba berbicara
dengan bahasa urdu. Selain bahasa Kashmir, penduduk Kashmir juga berbahasa
Urdu.
Udara menyapa
begitu sejuk, bunga bunga bergerak riang tertepa angin. Lelaki Kashmir sibuk
mencangkul dan mulai menanam bawang putih. Jika saya ada secangkir teh menemani,
pastilah kami tidak akan pulang. Betah. Jika dibandingkan dengan lembah lembah cantik, saya lebih memilih duduk bersama penduduk lokal disini.
Saya melirik
bapak sopir yang mulai tak sabar mengajak kami kembali ke Srinagar. Kaki kami
enggan beranjak. Bahkan Najin merasa keberatan kami mengakhiri permainan di desa
ini. Pematang sawah menjadi hal yang sangat menyenangkan baginya. Tapi bagaimana
lagi, semua harus diakhiri. Dengan harapan suatu saat kembali lagi.
Dalam perjalanan pulang menuju Srinagar,
liukkan sungai, hamparan bunga calona, pepohonan menjulang tanpa daun, penggembala
menggiring puluhan domba, kehidupan desa nan asri menjadi penghibur perjalanan berteman
mentari tenggelam di ufuk barat.