Menari Di Hamparan Kemuning Bunga Canola Dan terjebak Di Antara Demontrasi Plus ledakan Bom di Kashmir (2)
Himalaya December 07, 2018
Bermain
manin di atas hamparan salju membuat kami terlupa hingga pada akhirnya kami
terjebak dalam ledakan lom.
Saya
masih tak percaya apakah ini benar benar pemberhentian menuju Sonamarg. Kami keluar
dari mobil. Menatap sekeliling.
‘We stop here?’
dengan tampang wajah super keheranan
“Yes, we stop here”
jawab bapak sopir.
Cafe
cafe terbuat dari kayu berjajar. Bergerombol kuda poni. Mobil mobil SUV
berjajar disana.
Perjalanan
ke Sonamarg kali ini ¾ dari perjalanan saya sebelumnya. Pemandangan yang tersaji
berbeda. Sangat berbeda.
Baiklah,
mungkin dulu waktu saya datang ke Sonamarg di awal musim panas. Sedangkan saat
ini kami datang datang di awal semi. Apalagi Sonamarg berada di Utara. Lebih
dingin. Lebih banyak salju. Jadi beberapa jalanan masih tertutup salju. Saya
mengikuti sekenario alam.
Dulu
waktu pertama datang, seolah menjadi pembenaran jika Sonamarg dijuluki the meadow of gold. Dijuluki demikian
karena bunga bunga aneka warna menghampar luas disini di musim semi. Hamparan rumput menghijau.
Pohon pohon menjulang tinggi. Indah.
Dan
sekarang … jadinya meadow of unknown.
Dulu dapat pemandangan kayak gini |
Keluar
dari mobil, kami menemui bapak penyewa poni. Setelah negosiasi harga, kami
sepakat menyewa 3 kuda poni. Untuk saya sendiri, Najin dan Mbak Andri. Tidak
mungkin saya berjalan kaki seperti bersama teman teman dulu.
Fyi,
wisata utama di Kashmir yakni Sonamarg, Gulmarg dan Pahalgham. Dari Srinagar kami nggak bisa langsung menuju wisata
utama dengan mobil yang sama. “Harus” berhenti di tempat pemberhentian.
Kemudian dilanjutan ke wisata utama dengan mengggunakan SUV atau bisa sewa
poni.
Itu
aturan tak tetulis disana. Kesepakatan ini untuk berbagi rezeki antara ibu kota
Srinagar dengan kecamatan dimana tempat wisata berada. Jadi mobil yang kita
sewa dari Srinagar harus berhenti di stop
point yang sudah ditentukan. Kemudian berganti dengan kendaraan milik lokal
kecamatan atau dengan poni penduduk setempat.
Di
Sonamarg, Jarak pemberhentian ke wisata utama lumayan jauh. Kecuali jika kamu
terbiasa nanjak atau jalan jauh. Lebih menikmati. Tapi Siap siap gempor.
Poni
berjalan santai membawa kami bertiga menuju wisata utama. Ditemani dua penjaga
poni, seorang anak muda dan lelaki sebaya dengan saya.
Sesekali
saya mengambil video, foto dan bercanda ke Najin. Karena dia suka naik kuda
sekaligus takut jatuh.
Satu
hal yang menjadi ciri khas perjalanan di Sonamarg adalah jalannya berdampingan
dengan liukan sungai. Air yang mengalir dari glacier es. Deras dan dingin. Kanan
kiri jalan dikungkung barisan bukit dan gunung. Bukit bukit cadas berselimut
salju. Sedap pemandangannya. Khas Panorama Himalaya.
Tak
lama berlalu poni berhenti. Bapak penjaga poni meminta kami turun disini. Saya langsung
melongo. Terheran heran nggak percaya.
Kok
sampai disini doang?
Trus
ngapain juga kami disini?
Nggak
banyak orang juga?
Sungguh
kecewa. Tempat perhentian kami adalah sebuah tumpukan salju yang menjulur dari
atap bukit. Hanya sedikit. Bukan sebuah hamparan salju nan luas.
“We stop here”? tanya saya kepada penjaga kuda poni dengan muka kecewa.
“Yes
here” jawabya.
Pasti
ada yang salah nih. Saya bilang sama mereka, saya pernah kesini sebelumnya. Pemberhentian sangat berbeda. Si bapak bilang, tempat yang saya tuju dahulu jalannya masih tertutup salju.
Akhirnya
kami berhenti. Bapak pemilik poni mengajak kami untuk bermain prosotan dan
bermain salju. Ladalah.
Bayangkan
saja, sehari sebelumnya kami ke Gulmarg. Hamparan salju seluas Samudra. Putih
dan bersih. Pemandangan seperti di Eropa. Lengkap dengan gondola dan resort
ski. Dan sekarang seperti ini…hmmm.
Jadi
hanya sedikit longsoran salju dan bermain prosotan. Aduh Gusti.
Saya
menanjaki bukit agar bisa menatap sekeliling lebih jauh lagi. Mungkin masih ada
tempat yang lebih bagus lagi untuk dijelajah.
Setelah
menatap sekitar. Saya lihat masih banyak penunggang poni terus jalan. Mobi mobil
SUV juga terus jalan menjauh. Kami putuskan untuk menuju tempat
lain.
Bapak
penjaga poni menolak membawa kami ke tempat yang lebih jauh. Karena kesepatan
harga semula. Dan karena saya tidak mau berdebat, akhirnya kami putuskan jalan
kaki.
Pemilik
poni mengikuti, dan meminta kami naik poni dengan biaya tambahan. Kami menolak,
karena memang harga yang diawal sudah lumayan.
Saya
minta mereka menunggu disini saja, tidak apa apa. Kami berjalan. Mereka
mengikuti. Akhirnya mereka membawa kami tanpa meminta tambahan.
Menatap
sekeliling. Terlihat banyak perubahan disini. Lebih banyak bebatuann di jalan.
Bukan bebatuan alami yang memang berserakan dijalan. Tapi memang sepertinya
batu yang sengaja ditumpuk untuk diambil. Pengerukan. Tak lagi nampak eksotis seperti dulu. Begitu alami. Sesekali terlihat beberapa pekerja proyek di perbukitan.
Juga tentara yang berjaga jaga.
Saya
tidak tahu apakah pengerukan ini semata mata untuk bahan dasar pembuatan semen. Karena saya
lihat poster semen Kashmir dimana mana. Atau memang dibuka untuk jalur kereta
api. Atau jalan. Entahlah.
Tak
lama berselang, didepan kami melihat banyak mobil terparkir. Beberapa kuda poni
asyik bercengkrama. Sebuah hamparan salju yang lebih luas. Dan banyak yang
bermain salju, prosotan, ski, dsb.
Jika
saja kami tahu Sonamarg menyajikan hal seperti ini di awal musim semi, mungkin
dalam perjalanan ke Kashmir kali ini saya akan skip ke Sonamarg. Tapi yang
belum pernah ke Sonamarg pemandangan gagah Himalaya menjadi hal yang sangat
menarik.
Akhirnya
kami bermain salju disini. Mulai prosotan, lempar lemparan bola salju hingga membuat ice man. Yang penting bersenang senang. Kami puas puasin main
disini. Mbak Andri mencoba bermain prosotan tradisional. Melihat prosotan
ini saya jadi teringat kisah mereka yang bekerja keras seperti ini di Gulmarg.
Add caption |
Karena
kami datang terlambat ditambah terjebak dalam demo dan pemberhentian sebelumnya.
Kami pulang sorean. Semua turis pada balik ke Srinagar. Hanya beberapa turis
saja yang tertinggal. Mereka pun kebanyakan menyewa mobil SUV, jadi lebih cepat
meninggalkan lokasi. Sedangkan kami, menunggangi poni. Nikmati perjalan leyeh leyeh diatas poni dengan santai.
Kami
pulang dengan hati legowo. Kembali bercengkrama diatas kuda. Menatapi gagahnya
deretan gunung.
Ditengah
perjalanan seseorang menghentikan derak langkah poni. Tali terlentang menutupi
jalan. Berdiri seorang pekerja proyek lengkap dengan helm kuning. Rompi proyek
dan walkie talkie.
“Kya Hua ? “ tanya saya.
Terdengar suara
dalam walkie talkie. Mereka saling berkomunikasi.
“There will be bomb exploding, madam”
“Ha, Bom. What do you mean?” mata saya terbelalak.
“Bom, Stone, madam” sambil menunjuk
keatas bukit tak jauh dari kami.
Matek koen yo, dalam hati ini menggerutu.
Pekerja
proyek mengira bahwa seluruh turis sudah sudah balik semua. Ternyata
masih ada turis tertinggal.
“we are so late” Ucap bapak penjaga poni.
“what to do?”
Perbincangan terdengar serius antara si bapak penjaga dan orang lain dalam walkie talkie. Apakah dilanjutkan pengeboman atau tidak. Ada
dua pilihan membiarkan kami melewati jalan kemudian diledakkan atau kami harus
menuggu. Saya deg deg an, melebihi
rasa deg deg an ketika akan menikah dulu.
Bayangin, kami berada di jalan dikungkung tebing tebing tinggi, cadas bebatuan berlapis salju. Suara bakalan
menggema dimana mana. Bisa bisa longsor. Dan Sonamarg terkenal dengan avalanche. Bahkan teman teman yang
datang ke Sonamarg dua bulan yang lalu menjadi saksi terjadinya avalanche disini.
Trus
hal lain yang saya pikirkan, itu bukit di bom, kemudian bebatuan besar bakalan longsor
menutupi jalan. Terus piye ? Emboh
sungguh emboh. Kali ini saya nggak pingin garuk garuk jalan. Tapi garuk garuk
nasib diri. Aduh Gusti, jalan jalan kok begini amat. Rasa khawatir terselimuti
dengan senyuman dan tetap bercandaan sama Najin.
Saya belajar dari ayah untuk selalu mentertawakan sebuah perjalanan. Tersesat dan bertemu hal hal tidak menyenangkan, nggak usah diambil hati. Senyum dan nikmati saja. Dengan begitu kita akan belajar tersenyum ketika kehidupan menawarkan tangisan.
Dari
pembicaraan di walkie talkie mereka “ragu”
mengambil keputusan. Hal ini dapat diliat dari keputusan yang mereka ambil. Pertama meminta kami lanjut jalan. Kemudian meminta kami
berhenti.
Apakah
membiarkan kami melewati jalan kemudian diledakkan. Atau meminta kami berhenti
nunggu peledakkan terjadi. Yang artinya, jika terjadi apa apa dalam peledakkan di bukit. Longsoran menutupi jalan. Kami bakalan stuck di sini hingga
waktu yang tak ditentukan. Gusti.
Kami
menunggu keputusan. Menunggu. Akhirnya mereka memberi tahu. Bom sudah di set timer dan kami harus menuggu.
Tik
tok tit tok tik tok … waktu berjalan menggunungkan debar.
Dan
… Duarrrrrrrr.
Bom
itu meledak ditas bukit. Bebatuan pecah. Debu berterbangan. Letak ledakan
bom memang tak terlalu jauh. Tapi kami masih dalam jarak aman.
Pertanyaan
sekarang, ketika kami lewati jalan apakah aman? Bagaimana kalau bebatuan segede truk tiba
tiba longsor menghampiri kami. Apalagi pengeboman masih fresh from oven. Keep postitif thinking Zulfa. Relax!
Bismillah…
Perjalanan
ke Sonamarg ini kayak judul film India yang dibintangi cak Shah Rukh Khan berjudul kabhi kushi kabhi gum. Ya, cerita seneng
dan senep silih berganti menemani.
Sebelumnya kami bersenang senang diantara bunga canola, ketemu dengan demonstrasi,
menikmati salju dan sekarang berhenti karena ada peledakan bom. Bukankah hidup
juga seperti itu. Bahagia dan tangis datang silih berganti.
Selesai sampai
disini drama hari ini? Ohhh masih belum.
Alhamdulilah,
kami melewati jalan tanpa ada longsoran. Aman. Sebenarnya pingin ngibrit dan
memacu poni lebih cepat ketika melewati jalan yang diatasnya terjadi pengeboman. Terlihat
ada beberapa pekerja proyek dan seorang bule kepala proyek.
Dalam
perjalanan balik ke Srinagar, salah seorang penjaga poni ikut bersama kami dalam mobil. Rumahnya
berada di sebuah desa ditengah perjalanan. Mereka berdua hanyalah orang orang
desa yang bertugas menjaga poni sekaligus mengantarkan turis. Poni poni tadi milik
orang lain.
Dalam
mobil kami berbincang dengan bahasa Hindi dan Inggris. Kadang bahasa Kashmir
yang saya nggak tahu sama sekali artinya. Campur. Berbincang tentang Indonesia.
Tentang Kashmir dan banyak hal lain.
Dijalan
kami melihat kebakaran rumah di sebuah desa. Penduduk desa bekumpul. Bergotong royong memadamkan api dan membantu menyelamatkan barang.
Menatap hamparan alam pedesaan
diantara pegunungan mengingatkan kembali sebuah impian di masa tua. Pingin
tinggal di sebuah desa diatas pegunungan. Rumah kecil diantara padang rumput menghijau berdekatan
dengan aliran sungai. Berkebun dan berternak.
Di sebuah desa yang asri, mobil kami terhenti. Adik penjaga poni tinggal di desa
ini. Dia tinggal bersama ibu dan adiknya. Dia menawarkan untuk menikmati secangkir
chai di rumahnya. Andai waktu kami
masih banyak, tentu kami tidak akan menolaknya. Saya mengucap terima kasih dan
memberinya tips.
Dan
diakhir perjalanan mendekati Srinagar, kembali kami menatap hamparan bunga
canola menggoda mata. Jiwa kenorakan kami kambuh lagi. Kembali meminta bapak sopir
berhenti di ladang bunga canola. Drama dimulai lagi. Foto foto ceria hingga mentari benar benar tenggelam
syahdu di ufuk barat.