Menari di hamparan kemuning bunga Canola Dan Terjebak di antara demontrasi plus Ledakan Bom Di Kashmir
Danau Dal November 22, 2018
Setelah bahagia menari di hamparan kemuning bunga dalam perjalanan kami terjebak di antara demonstrasi dan ledakan Bom.
Perjalanan tanpa hambatan bagai masakan tanpa
garam. Motto ini saya amini. Tapi bukan berarti ketika sedang jalan jalan saya
suka cari masalah atau ngelakuin hal aneh aneh, lho. Bukan. Maksud saya, hambatan di sini adalah ketika bertemu
dengan hal yang tidak menyenangkan datang tanpa di undang.
Dan anehnya, hambatan yang terkadang terasa
menjengkelkan atau bikin sedih, justru membuat kita tertawa terbahak bahak.
Mentertawakan kesialan. Dan tentu saja menambah `greng` cerita perjalanan itu
sendiri.
Seperti halnya cerita perjalanan ke Kashmir
bersama anak saya, Najin dan seorang teman Mbak Andri. Di hari ke-3, sesuai
jadwal Itinerary, kami jalan jalan menuju Sonamarg. Sebuah lembah yang berada
80 KM dari kota Srinagar, Ibu kota Jammu dan kashmir.
Pagi itu, semua terasa sempurna. Mengawali hari
dengan melahap omelet dengan roti khas kashmir ditemani chai hangat. Menu
sederhana ini terasa begitu spesial ditengah dinginnya houseboat. Maret, di awal musim semi, Kashmir
masih terasa dingin.
Shikara, perahu taksi membelah danau Dal
menghantarkan kami menuju daratan. Berbeda dengan hari kemarin, ketika kami
menuju Gulmarg Shikara berhenti di bagian depan jalanan utama danau Dal. Hari
ini shikara berhenti di bagian `belakang` danau.
Jalan di bagian belakang ini merupakan jalan
yang pertama kali dibangun di sekitar danau Dal. Jalan ini sudah ada sejak Kekaisaran Mughal. Sama halnya bagian depan, di sini juga banyak dijumpai penjual
souvenir dan warung warung sederhana.
Seorang bapak dengan mobil SUV menunggu kami
disini. Ucapan salam dan tegur sapa kami ucapkan. Dan selanjutnya, roda
kendaraan membawa kami meninggalkan kota Srinagar.
Tak jauh dari kota Srinagar kendaraan berhenti
di pingir jalan. Sebuah ‘air terjun’ dikelilingi bunga warna pink dan putih.
Mirip bunga sakura. Sebenarnya bukan air terjun yang alami ya, semacam lewatin
air dari pegunungan untuk disalurkan ke sawah sawah. Setelah berfoto foto
sebentar, kami lanjutkan perjalanan.
Nah, ini yang bikin heboh. Sebenarnya di hari
hari sebelumnya kami melihat banyak hamparan bunga canola yang banyak digunakan
sebagai minyak di India. Mulai memasuki perbatasan Jammu Kahsmir di lembah Titanic kami sudah menatap keindahan ini, tapi acara norak noraknya belum.
Hahaha
Dalam perjalanan ini kami diberikan kesempatan
buat norak. Mata kami awas menatap hamparan bunga canola nan
cantik. Kami benar benar memilih tempat yang instagramable. halah!
Ketika mata tertumbuk pada hamparan kemuning
bunga canola yang luas berlatar belakang lekuk pegunungan berselimut salju, kami
meminta bapak sopir untuk menghentikan kendaraan.
Untungnya bapak sopir yang satu ini baik
banget. Sabar. Tak hanya sabar nungguin kami yang norak menari India juga sigap
membawa kamera kami. Bahkan mengambil foto foto kami. Tak peduli banyak suara tan tin ton ten dari jalanan karena
kenorakan kami. The show must go on.
Mengingat perjalanan kami masih panjang menuju
Sonamarg, kenorakan ini harus diakhiri. Berat sebenarnya. Tapi lumayan dapat
banyak foto foto cakep. Dan tentu saja rasa syukur diberi kesempatan kenikmatan
menatap semua keindahan yang tersaji.
Di tengah perjalanan kami berhenti lagi disebuah
cafe dipinggir sungai. Bukan pertama saya berkunjung ke Cafe dengan pemandangan
deretan pegunungan. Setiap mengunjungi Kashmir menuju wisata arah Sonamarg,
bapak sopir selalu membawa kami berhenti di cafe ini dan hati ini tak mungkin
menolaknya.
Desa desa asri nampak berlari meninggalkan
kami. Langit cerah biru merona berarak awan putih. Burung terbang dengan
gembira. Gembala berpakaian khas Kashmir berjalan berharmoni dengan puluhan
domba. Bulu domba yang kelak menghasilkan karpet terbaik di dunia. Kehidupan
desa yang mampu menghidupkan sebuah kenangan.
Ketika asyik menyelami lamunan, mobil kami
terhenti. Saya pikir ada rombongan domba yang menyeberang jalan. Tapi dari dekat
nampak ratusan orang bergerombol.
‘Kya hua,
uncle’ tanya saya kepada bapak sopir
‘No
problem’ ucap bapak sopir dengan begitu santai
‘Lekin, kyu? Hamara car stop’
“Just
demonstration”
(((Just demonstration))).
Oh no no no. Saya sudah banyak melahap
berita tentang demo di Kashmir yang berakhir dengan lemparan batu dan tembakan
dari tentara India. Apalagi dalam perjalanan kali ini saya sendiri membawa anak.
Sungguh, rasanya pingin garuk garuk aspal.
Terjebak dalam brutalnya demontrasi. Tembakan dan gas air mata. Amarah keluarga besar. Seketika hal hal buruk membayangi pikiran.
“Only
water problem” ucap bapak sopir dengan raut wajah tak menampakkan kecemasan
sama sekali.
Glekkk!!!
bayangan menakutkan seketika pergi meninggalkan benak.
Ya Allah, di negeri yang dijuluki surga di
bumi, di mana air pegunungan mengalir jernih di sungai sungai. Sayur dan buah
tumbuh bahagia. Bagaimana mungkin ada masalah dengan air? ntah Karena air nggak
jalan beberapa hari, pipa yang nggak genah, entahlah. Logika saya tidak bisa
menerimanya. Tapi itu adalah sebuah kenyataan.
Tarik nafas lega. Demonstrasi murni tentang air.
Bukan tentang politik atau serangan membabi buta tentara India pada keluarga
Kashmir.
Gusti, semoga demonstrasi berjalan lancar dan
damai. Doa lirih saya panjatkan.
15 menit berlalu yang terdengar hanya suara
orang berbincang. Najin mulai jenuh dalam mobil. Dia minta keluar. Dan saya
mengikutinya. Sedangkan mbak Andri memilih untuk tetap di dalam mobil.
Letak demontrasi tak jauh dari mobil kami. Ada
sekiar 10 mobil di depan kami. Itu berarti penutupan jalan barusan saja dimulai.
Saya sempat mengutukin diri, coba kalau tadi
noraknya nggak kebangetan di hamparan bunga canola, pastiah kami tidak terjebak
di sini. Ahhh…sudahlah!
Kami memandang kerumunan. Sapaan penuh dengan
senyuan dari penduduk lokal. Wajah bringas, parang dan sebagainya tak nampak. Membuat
hati yang deg deg an mejadi sedikit tenang.
Najin sibuk mainan batu batu kecil di pinggir
jalan. Saya sendiri sibuk mengambil panorama keasrian desa dalam jepretan
kamera. Udara bersih, desa desa dipeluk pegunungan nan gagah. Sawah dan kebun
menghijau. Sungai mengalir dengan derasnya. Burung terbang bahagia. Semua nampak
indah untuk dinikmati.
Sesekali saya melihat ke arah demontrasi. Satu jam berlalu, suasana masih sama. Penduduk
yang datang semakin bertambah. Deretan mobil semakin mengular.
Tiba tiba suara teriakan takbir menggema dari
balik bukit bukit. Saya yang tadinya asyik foto dan bermain bersama Najin
bersiap siap masuk ke Mobil. Atau menyelamatkan diri kerumah penduduk jika
terjadi hal hal yang tak diinginkan.
Teriakan semakin keras. Semakin banyak pula
penduduk yang berbondong bondong datang. Apalagi para demonstran menatap ke arah
kami. Aduh gusti ada apalagi nih.
Penasaran dengan yang terjadi
dari arah lain. Saya pun berbalik. Ohhh dari arah berlawananan datang serombongan polisi India
beserta tentara. Saya genggam erat tangan Najin. Sebenarnya Najin santai santai
saja, saya yang gundah!
Bapak kepala polisi menatap kami sambil
tersenyum. Begitu pula saya. Seolah memberikan tanda "jangan kawatir, semua
akan baik baik saja" semua tersirat dari tatapan mata dan senyuman yang manis
itu.
Terdengar suara pembicaraan dengan nada tingi.
Riuh. Perlahan suara mulai mereda. Tak ada lagi emosi dan teriakan. Bapak sopir
meminta kami kembali ke dalam mobil melanjutkan Perjalanan kembali.
Alhamdulilah.
Mendekati Sonamarg perjalanan semakin meliuk
liuk, membelah deret pegunungan cadas berjubah salju. Begitu gagah dan kokoh.
Seolah siap melongsorkan salju kearah kami. Liukkan air sungai begitu derasnya.
Sisa sisa salju menggumpal ditepi jalan. Pedesaan jarang terlihat.
Hingga kendaraan berhenti disebuah deretan café.
Turis lokal lalu lalang. Dari sini mobil terparkir, berganti menunggangi kuda
poni menuju lembah Sonamarg. Keceriaan kami di Sonamarg diakhiri dengan terjebaknya
kami dalam ledakan Bom….ahhhhh!.
Bersambung...
Bersambung...