Nasib sial masih mengikuti perjalanan kami menuju Kashmir, kali ini kami dipaksa mendamparkan diri di kota Jammu
Setelah adegan mengejar kereta berlanjut salah tanggal hingga terbuang di stasiun Panipat, keesokan harinya dengan tiket yang sama kami kembali melanjutkan perjalanan darat menuju Kashmir. Alhamdullilah perjalanann menuju stasiun lancar kali ini. Bahkan kami tiba di stasiun lebih awal dengan menenteng berbagai bontotan, mulai biryani, ayam goreng, snack dan juga aneka macam minuman dan jus buah.
Trauma akibat terdampar di Panipat kemarin malam membuat Najin sedikit trauma. Dia yang sebelumnya menggebu nggebu ingin jalan jalan ke Kashmir, kali ini ogah berangkat. Bahkan dia memeluk erat Shah Jahan dan tidak mau melepaskan. Dia memilih stay di apartement dengan Shah jahan.
Jika saja hari itu Shah Jahan tidak ada keperluan keluar kota, mungkin saja dia memilih menjaga Najin dirumah. Tapi meeting ke Mumbay tidak mungkin di-cancel. Dan Shah Jahan meninggalkan kereta dengan berat hati.
Saya menghibur Najin, mengingatkan dia kembali betapa inginnya dia ingin menikmati sensasi tinggal didalam housebouts. Bermain main dengan salju. Dan juga menikmati perjalanan naik turun gunung dengan menunggang kereta.
Dan saya juga mengingatkan dia, betapa mengasyikkankannya perjalanan dalam kereta India. Najin memang sangat menikmati perjalanan panjang dalam kereta India. Menikmati sensasi tidur dalam goyangan kereta, berlarian di lorong kereta hingga berbincang bincang dengan orang didalam kereta.
Kereta berjalan tepat pukul 21.00. Sesaat setelah kereta meninggalkan stasiun New Delhi Railway Station, kami segera membuka bekal. Dalam sekejap Biryani, ayam goreng dan snack menari nari dalam kunyahan kami bertiga.
Ketika asyik menikmati santapan, petugas TT mendatangi penumpang. Mengecek tiket satu persatu. Wajah kami menegang teringat kejadian kemarin malam. Setelah petugas TT mengkonfirmasi tempat duduk dan pergi, senyum mengembang menghiasi wajah kami bertiga. Ahhh, lega. Lanjut makan!
Sprei putih, selimut dan juga bantal yang tersimpan dalam kemasan terhempas diatas tempat tidur kereta. Malam yang hangat perlahan mulai diganti dengan hawa dingin.
Didepan kami, seorang bapak dan anak perempuannya. Mereka tak banyak bicara. Hanya sesekali berbincang dan kembali dengan kegiatan masing masing. Si anak gadis sibuk memandangi handphone. Dan si bapak menatap keluar jendela, ntah apa yang ada dalam pikirannya.
Pada akhirnya, lorong kereta yang tadinya ramai dengan percakaan berubah menjadi sunyi. Semua penumpang tertidur lelap. Suasana gelap. Yang terdengar hanyalah suara deru kereta dengan lajunya yang cepat.
Najin terlelap dalam tidurnya. Mata saya terantuk tapi sulit tuk pejamkan mata. Menatap jendela, terlihat gelap, terkadang lampu lampu menyapa yang seolah berjalan cepat meninggalkan kereta.
Seiring gerak tatapan menuju jendela, lamunan kehidupan saya di India menari nari dalam ingatan. Malam itu saya hanyutkan diri terbawa perasaan. Bertahun tahun tinggal di India, akhirnya saya memantapkan diri meninggalkan negeri ini. Banyak kenangan datang dan pergi. Hal hal yang membahagiakan hingga deretan tangisan silih berganti menyapa memori.
Malam itu terasa berat. Dada terasa sesak dan rasanya ingin menangis. Bagaimana tidak, malam itu adalah hari terakhir saya menatap apartemen yang selama ini saya tinggali. Berjuta kisah tertulis disana. Cerita kami, keluarga hingga tetangga yang bikin emosi jiwa menyala nyala hingga tertawa renyah.
Setelah jelajah Kashmir, kami melanjutkan perjalanan explore negara Nepal. Tak ada waktu lagi kembali ke apartemen. Setelah jelajah Nepal, selanjutnya kami pulang ke Indonesia dan menetap disana. Kebahagian menyapa karena saya akan segera tinggal di Indonesia. Bisa menatap wajah Ibu setiap hari. Tapi…. entahlah. Segala rasa teraduk menjadi satu. Hingga saya tertidur. Bangun dalam lamunan. Dan tertidur lagi. Begitu seterusnya.
Jarum menunjukkan pukul 04.00. Dua jam lagi kereta sampai di kota Jammu. Saya putuskan untuk menyudahi kekalutan pikiran ini. Saya tak ingin kebablasan turun di stasiun lain. Karena Jammu bukanlah destinasi terakhir kereta ini.
Saya menata tas, syal, jaket dan juga sepatu dengan rapi. Agar ketika mbak Andri dan Najin terbangun semua sudah siap keluar dari kereta dengan santai. Tak ada yang ketinggalan.
Saya menatap Najin yang masih menikmati alam mimpi. Di luar jendela deretan perbukitan rendah, tanah lapang ditumbuhi karpet menghijau menjadi pemandangan yang menyegarkan mata. Sesekali terlihat deretan kerbau dan sapi merumput. Rumah nampak jarang jarang.
Sampai di stasiun Jammu udara dingin mulai menyergap. Sweater dan jaket menyelimuti badan. Tak terlalu menggebu mengejar perjalanan yang masih setengah jalan. Kami lemaskan otot. Cuci muka dan gosok gigi. Setelah siap, kami berjalan santai keluar stasiun untuk mencari kendaraan atau share cost taksi menuju Kashmir.
Suasana stasiun sangat berbeda ketika dahulu pertama kali datang kesini. Terlihat lebih besar dan tertata rapi. Diluaran terdapat loket loket pemesanan share cost taksi menuju Kashmir dan beberapa tempat di Propinsi Jammu dan Kashmir.
Dulu, kami harus berpindah dari stasiun menuju ke terminal Jammu untuk mencari bus. Berjam jam menunggu bus tak kunjung tiba hingga akhirnya kami menggunakan share cost taksi dengan tawar menawar harga yang sedikit alot.
Kini kami tak perlu lagi menuju terminal, didepan stasiun terdapat loket loket resmi tertata rapi. Tak ada lagi saling serobot antar sopir. Harga sudah ditentukan dengan pasti.
Saya mendatangi salah satu loket untuk memesan tiket ke Kashmir. Kaki saya melemas ketika si bapak penjaga loket mengatakan bahwa tidak ada kendaraan menuju Kashmir hari itu. Semua terjadi akibat longsor minggu kemarin.
Jalanan di Kashmir diberlakukan buka tutup dengan satu jalur jalan. Kendaraan dari Jammu menuju Kashmir dan sebaliknya dibuka secara bergantian. Hari itu hanya kendaraan dari Kashmir menuju Jammu yang diperbolehkan lewat. Sementara kendaraan dari Jammu menuju Kashmir akan diberangkatkan keesokan harinya.
Tak mau menyerah dengan keadaan, saya meminta mbak Andri dan Najin untuk duduk. Sementara saya bergerilya mencari informasi kesana kemari. Tapi semua kendaraan menolak. Estafet? Tidak, Najin bakalan kelelahan. Apalagi perjalanan darat menuju ke Kashmir masih berjarak sekitar 10 hingga 12 jam lamanya.
Di konter turis saya bertemu dengan salah seorang muslim Kashmir. Kami berbincang sejenak. Beliau menawarkan penyewaan mobil dan berjanji akan memberangkat kami lebih lebih awal. Pukul 02.00 dini hari. Setelah tawar menawar yang alot dan juga membahas biaya serta persetujuan dari mbak Andri, akhirnya kami sepakat menyewa mobil pribadi dari Jammu menuju Kashmir sekitar 5000 Rupees atau sekitar sejuta. Mobil yang seyogyanya cukup untuk 10 orang penumpang ini kami gunakan sendiri.
Ada banyak alasan kenapa pada akhirnya kami memilih menyewa mobil pribadi ketimbang share cost taksi yang sebenarnya lebih murah. Salah satunya faktor kenyamanan agar kami leluasa beristirahat dalam mobil yang bakalan menempuh jarak ratusan KM membelah deretan pegunungan. Kami juga bisa berhenti dan melemaskan otot semau gue. Atau sekedar narsis ditempat yang menarik.
Kami juga menyewa mobil seharian explore kota Jammu. Si bapak sopir juga bersedia mencarikan hotel untuk kami, Warga Negara Asing. Mencari hotel untuk WNA di kota bukan destinasi wisata utama tidaklah mudah.
Di India ada peraturan ketat mengenai Hotel. Hanya Hotel yang memiliki izin form C yang menerima Warga negara Asing. Apalagi Jammu yang berdekatan dengan dengan kawasan rawan konflik, Kashmir. Hotel yang menerima turis WNA tanpa izin Form C bakalan kehilangan izin menjalankan hotel. Dari sini, kesialan lain dimulai.
Hotel di Jammu tergolong murah dibandingkan beberapa kota lain di India. Harga bersahabat dengan fasilitas lengkap. Mungkin karena Jammu bukanlah kota dengan destinasi wisata utama. Ketika mendapat hotel yang cocok, mereka tidak memiliki form C. Ketika mendapatkan rekomendasi hotel lain, kondisinya sama, tidak memiliki izin form C. Lagi dan lagi. Akhirnya kami mendapatkan hotel bintang 3 dengan form C dengan harga kamar yang lumayan tinggi. Ya sudahlah, hayati sudah lelah di ping pong kesana kemari.
Setelah sarapan yang sedikit terlambat dan istirahat sejenak di kamar, kami habiskan hari jelajah wisata di kota Jammu. Berjarak 600 KM dari ibukota New Delhi, Jammu dikenal sebagai kota transit untuk perjalanan darat menuju Kashmir dan sekitarnya. Kota yang berada di tepian sungai Tawi ini merupakan Ibukota musim dingin propinsi Jammu dan Kashmir.
Jammu ditemukan oleh seorang raja bernama Raja Jambulochan pada abad ke 14 BC. Jammu diambil dari nama beliau.
Harmoni alam kota Jammu yang dikelilingi perbukitan berpadu mesra dengan liukan sungai. Rantai perbukitan Shivalik mendekap kota Jammu. Menghadirkan jalanan kota yang naik turun. Mengingatkan saya akan wilayah kota Bandung.
Amar Mahal menjadi destinasi awal wisata kami di kota Jammu. Amar Mahal merupakan istana tempat tinggal dinasty Dogra yang memimpin Jammu selama berabad tahun lamanya. Kini istana yang berada tepat di sisi sungai Tawi difungsikan menjadi Museum. Menyimpan berbagai perabot rumah tangga milik keluarga kerajaan serta menyimpan sederet lukisan mahakarya seni para pelukis India.
Salah satu koleksi yang istimewa disini adalah keberadaan Golden Sofa or Throne. Singhasana Raja yang terbuat dari 125 Kg emas murni. Singhasana yang lebih mirip seperti sofa diletakkan dalam sebuah ruangan khusus dengan tiga lapis jeruji dan jendela untuk menjaga keamananya dari tangan tangan jahil.
Taman dibelakang istana menjadi spot favourite wisatawan. Pemandangan kota Jammu menghampar di kaki bukit dibelah sungai Tawi nan jernih. Keberadaan Sungai yang membelah kota menjadikan kota Jammu memiliki beberapa jembatan yang menjadi daya tarik tersendiri.
Selain Amar Mahal kami juga menyegarkan mata ke beberapa lokasi seperti taman dan juga istana lain. Banyak spot yang lain yang bisa dikunjungi seperti kuil, susur sungai, danau dan masih banyak lagi. Saya memilih mengistirahatkan badan untuk perjalanan esok hari. Mengingat waktu perjalanan darat ke Kashmir bakalan menyita waktu cukup lama.
Sore hari, saya habiskan waktu untuk beristirahat santai di hotel. Menatap sekelompok anak muda bermain cricket di lapangan dari balik jendela kamar. Najin menonton TV sesekali bermain game di gadgetnya. Sementara mbak Andri berjalan jalan santai menyusuri pusat kota yang tak jauh dari hotel.
Sampai disitu saja kesialan perjalanan kami menuju Kashmir? ternyata belum. Satu kesialan lagi menyapa kami. Tapi diantara deretan nasib sial yang mengayomi perjalanan kami, ternyata Allah menyimpan rencana lain yang membuat kami sangat menikmati keindahan tempat yang dijuluki Surga di Bumi.