Mengintip Ritual Adat Kematian Yang Unik Dari Berbagai Daerah Indonesia di Museum Kematian
Indonesia November 25, 2016
Museum
unik ini menyajikan berbagai ritual adat kematian yang unik dari berbagai daerah di Indonesia lengkap dengan
replika tengkorak bahkan disini kamu bisa bertatap muka dengan Jailangkung
Bau
kemenyan menguar di udara. Beberapa tengkorak bergelantungan disudut ruangan. Suasana
sepi, yang ada hanyalah kami berdua dan seorang perempuan berbaju putih dengan rambut
panjang terurai.
Perempuan
itu menundukkan pandang. Duduk terdiam diatas sebuah kayu panjang. Apa dan siapa gerangan?
Perlahan
saya mantapkan kaki memasuki museum meski nyali menciut. Segudang pertanyaan
mengutuki diri sendiri.
”Zulfa, kamu ngapain kesini?”
“ Kamu nggak takut dicolek penampakan? “
“Ntar pulang dari museum ada makluk tak
kasat mata ngikutin kamu sampai rumah gimana?”
Pertanyaan ini berubah “nyata” tatkala perempuan yang sedari tadi
duduk terdiam tiba tiba berdiri. Perlahan memalingkan wajahnya kearah kami. Dan
… seraut wajah seram penuh luka dengan lototan mata lebar seperti di film film
horror yang ada dalam pikiran saya langsung pudar ketika wajah manisnya berucap
“selamat datang”.
“Dari
mana mbak?” tanya si embak dengan senyum
ramah.
“Bangkit dari kubur” hehehe.
Edisi kebanyakan nonton film horror.
Oh,
ternyata si embak manis ini adalah salah satu staf museum. Setelah berbincang
sejenak dan mengisi buku tamu, saya mengedar pandang ke seluruh Museum Etnografi yang berada di
Fakultas Ilmu sosial dan Politik, Kampus B, Universitas Airlangga, Surabaya. Universitas Airlangga akrab disapa UNAIR.
Tak
seperti kebanyakan museum lainnya yang terlihat tua, kusam, kaku dan bikin
ngantuk. Museum Etnografi tampil dengan gaya modern. Dindingnya dipenuhi
dengan tulisan yang menarik mata untuk membacanya. Suasanya lebih mirip dengan
suasana caffee yang nyaman dan gaul.
“Etnografi sendiri berasal dari bahasa
Yunani. Ethnos yang berarti rakyat dan graphia yang berarti tulisan. Etnografi seperti
yang saya kutip dari Wikipedia, adalah strategi penelitian
ilmiah yang sering digunakan dalam ilmu sosial terutama dalam Antropologi dan
beberapa cabang social. Juga dikenal sebagai bagian dari Ilmu sejarah yang
mempelajari masyarakat, kelompok etnis dan formasi etnis lainnya, etnogenesis,
komposisi, perpindahan tempat tinggal, karakteristik, kesejahteraan sosial,
juga budaya material dan spiritual mereka.”
Khusus
untuk museum Etnografi yang berada di kampus Unair ini mengambil tema sangar yakni tentang informasi yang
berkaitan dengan kematian. Oleh sebab itu museum yang berada di Jalan
Darmawangsa ini lebih dikenal dengan nama Museum
Kematian.
Aura
kematian memang terasa ketika pertama kali memasuki museum. Jika biasanya
museum identik dengan benda benda bersejarah atau barang barang antik, disini
hal tersebut praktis tidak ditemui. Didalam museum kematian ini pengunjung
disuguhi berbagai macam ritual adat kematian yang unik dari berbagai daerah di
Indonesia lengkap dengan replikanya.
Disebelah
kiri pintu masuk museum terdapat tengkorak yang “tertidur” di lantai. Badannya
berselimut kain sedangkan kepalanya dibiarkan terbuka apa adanya. Keseluruhan
badan kemudian ditutup dengan bambu berbentuk prisma.
Bagian
atas tengkorak dilengkapi dengan kendil dengan tertanam dupa yang berasap
menyala. Terserak beberapa besek terbuat dari anyaman, salah satunya menyimpan
piring. Diatasnya dilengkapi dengan payung berwarna biru keemasan.
Replika
ini merupakan gambaran tradisi pemakaman desa Trunyan. Ialah nama sebuah desa
yang berada di daerah Kintamani, Bali. Jika biasanya umat Hindu di Bali
melaksanakan ritual ngaben yakni dengan cara dibakar, masyarakat Bali Aga yang
mendiami desa Trunyan memiliki ritual khusus bagi orang yang meninggal dunia
yang dikenal dengan tradisi Mepasah.
Dalam
ritual kematian ini, jenazah diletakkan ditanah, badannya diselimut kain dan
bagian kepala dibiarkan terbuka. Kemudian ditutup dengan bambu berbentuk prisma
yang disebut Ancak Saji. Berfungsi sebagai pelindung dari binatang liar.
Jenasah dibiarkan membusuk dan terurai hingga tinggal tulang rangkanya saja.
Informasi tentang tradisi pemakaman desa Trunyan tersaji didinding, lengkap
bersama foto asli lokasi pemakaman.
Bergeser
ke sebelah kanan. Sebuah pohon menjulang, terdapat lubang lubang yang terutup dengan
anyaman ijuk. Diatasnya terjuntai akar akar.
Pemakaman
bayi di pohon Tarra di propinsi Sulawesi seperti gambaran diatas dikenal dengan
pemakaman
Kambira. Pemakaman khusus bayi sebelum giginya tumbuh. Pemakaman ini
dimaksudkan agar bayi kembali ke rahim ibunya dan menyelamatkan bayi bayi yang
akan lahir kemudian.
Semakin
menyelami lebih dalam museum ini, mata ini dibikin melek. Jujur, ya, biasanya
kalau saya datang ke Museum bawaan mata ini pingin tidur. Bosan. Tapi di museum
Etnografi yang dirintis sejak bulan September tahun 2005 ini justru mengundang
rasa ngeri ngeri sedep. Menggunungkan rasa keingintahuan saya tentang kematian
unik di negri pertiwi ini dan menggerakkan hati untuk segera menyaksikan ritual
adat dengan mata kepala sendiri di daerah asalnya.
Selanjutnya,
sesosok manekin jenasah wanita tua mengenakan baju adat Toraja bediri menyendiri. Mengenakan baju hitam dengan
kombinasi sewek motif bunga dilengkapi
dengan selendang motif garis menggantung dibahunya. Di dinding belakang sebuah
foto seorang bapak memegang jenazah tua yang masih utuh.
Ritual
menggantikan baju jenasah di tanah Toraja ini dikenal dengan Ritual
Manene. Ritual mengganti pakaian ini berlangsung tiga tahun sekali. Jenasah
biasanya diletakkan kedalam peti dan diberi pengawet.
Selanjutnya
andrenali saya membuncah ketika bertatap muka dengan Jailangkung. Batok kelapa
utuh yang disambung dengan kayu berbentuk salip. “Badannya” berselimut kain
putih. Seumur umur baru kali ini saya menatap langsung “boneka” Jailangkung.
Biasanya saya hanya bisa menatapnya di film film horror Indonesia yang membuat
saya tak bisa tidur setelah menontonnya. Girap
girap jere mbah.
Menurut
penuturan Arief, staf museum Etnografi, Jailangkung ini biasanya digunakan
untuk memanggil arwah yang sudah meninggal dunia. Arwah akan datang dan masuk
kedalam Jailangkung. Untuk kemudian diajak berkomunikasi. “Datang tak diundang,
Pulang tak diantar”.
Selain
tradisi kematian unik tersebut diatas, disini juga tersaji ritual adat kematian
unik lainnya di Indonesia, seperti tradisi Brobosan dari Jawa Timur, Saur Matua dari Sumatera Utara dan
masih banyak lagi.
Ketika
melangkahkan kaki dimuseum bertegel putih ini, perhatikan langkahmu. Beberapa
tegel diberi warna berbeda nan mencolok. Tegel ini bertuliskan informasi berbagai
mitos yang dianut nenek moyang kita.
Museum
Etnografi juga mengkoleksi aneka benda yang berhubungan dengan kematian. Seperti kain kafan, Waruga, Jailangkung, dan
masih banyak lagi. Museum ini juga menyimpan benda benda gawan, maksudnya benda benda yang dibawa ke liang lahat ketika
jenasah dimakamkan.
Sesuai
dengan namanya, tak hanya tentang kematian Museum Etnografi juga berfungsi
sebagai sumber pengetahuan atau edukasi tentang evolusi dunia, khususnya
pemahaman tentang Antropologi. Hal ini bisa dilihat ketika kita pertama kali
masuk, diselelah kanan terpampang informasi sejarah persebaran manusia modern (homo sapien) di dunia.
Disini
juga menyimpan keramik zaman pra sejarah, batu batuan, fasilistik (alat bantu
kelamin pria), kain tenun dan batik, gerabah, jerami, pecut Madura, manekin
hingga baju adat istiadat daerah.
Hal
yang paling menarik disini adalah keberadaan tengkorak manusia (mumi) dari
zaman pra sejarah. Sekitar tahun 1040 SM yang diperkirakan berusia lebih dari 3040 tahun. Mumi ini
dimasukkan kedalam peti khusus.
Terakhir,
saya bertanya kepada mbak manis berbaju putih tadi
“Saya baca dari beberapa informasi di
Internet, bahwa ada beberapa replika disini menggunakan tengkorak asli, yang
mana, ya, mbak ?”
Saya
sengaja bertanya ini setelah berkeliling, biar tak ada rasa takut ketika
menelisik seluruh isi museum ini. Dasar penakut!
“Oh, yang itu mbak” sambil menunjuk
kearah pemakaman Mesapah.
“Apa, yang itu?” bulu
kuduk langsung berdiri. Disitu rasanya saya mau pingsan, karena saya tadi memandangi,
memfoto dan mengambil video kerangka itu cukup lama. Berikut liputan Video Museum Etnografi yang tayang di NET TV.
Untuk masuk kedalam museum, kamu nggak perlu takut lagi
Museum
Etnografi pernah menyabet sejumlah penghargaan, lho. Pada tahun 2014, museum Etnografi meraih juara II bidang tata
pamer tingkat Propinsi. Tahun berikutnya, Museum Etnografi meraih juara harapan
1 bidang tata pamer tingkat Propinsi.
Kita
perlu berbangga dan memberikan apresiasi tinggi kepada Univesitas Airlangga atas dibukanya Museum Etnografi didalam ruang
lingkup Universitas. Di Indonesia sendiri, hanya ada dua universitas yang
membuka museum untuk masyarakat. Salah satunya, Univeristas Airlangga. Keren kan?
Dengan
dibukanya museum untuk masyarakat umum, hal ini menjadi bukti nyata bahwasanya Universitas Airlangga tak hanya menjadi
sarana edukasi bagi mahasiswa, juga bagi masyarakat. Dengan adanya Museum Etnografi,
masyarakat bisa mengenal berbagai macam ritual adat kematian unik dari berbagai
suku di Indonesia. Kematian bukan lagi menjadi hal mistis yang perlu ditakuti,
karena sejatinya kematian adalah bagian dari siklus kehidupan.