Jelajah Dharamsala (2) : Mcleodganj
February 26, 2016
Kawasan yang menjadi
jantung wisata kota Dharamsala ini mengingatkan saya akan nuansa Kuta, Bali
Dahulunya kota Dharamsala berada
dibawah kepemimpinan Dinasti Katoch yang menguasai sebagian besar Distric
Kangra. Dinasti ini dipercaya sebagai dinasti tertua di dunia. Di Era
kolonialisme Ingris Dharamsala dijadikan sebagai Summer Capital. Kota ini
menjadi sorotan dunia ketika dijadikan tempat pengungsian Dalai Lama ke 14 yang
bernama asli Tenzin Gyatso pada tanggal 29 April 1959. Dan pada bulan mei
1960 secara resmi dijadikan tempat
administratif para pengungsi Tibet yang biasa disebut CTA (Cental Tibetian Administration). Sejak itulah kota
Dharamsala dibanjiri para pengungsi Tibet hingga saat ini.
Setelah semalaman menempuh perjalanan
dari kota Jammu. Tersesat di Pathankot dan Terserang Delhi Belly, Alhamdullilah akhirnya kami
sampai di terminal kota Dhramasala ketika mentari
pagi menyembulkan sinar bersemu orange dari balik baris pegunungan berselimut
salju. Kabut tipis menyelimuti permadani hijau di kakinya. Sungai jernih
mengalirkan glacier es menampakkan kemilau orange sang surya. Sejauh mata memandang yang
terlihat hanyah rantai pegunungan dan perbukitan yang nampak sambung
menyambung. Seolah membius diri yang masih duduk dalam bus tua kusam yang
menampar nampar tubuh tatkala melewati jalanan berbatu.
Setelah melemaskan kaki dan punggung diterminal
Dharamsala, dengan
menggunakan taksi kami bergegas menuju hotel yang berada di kawasan McLeodganj
atau biasa dikenal sebagai Upperside kota Dharamsala. Jalanan menuju kawasan
Mcleodganj meliuk dan menanjak tajam.
Dilangit langit jalan, menggantung
bendera doa warna warni beraksara tibet. Melambai lambai tertiup angin. Tak
hanya di langit jalanan, diatap rumah, diranting peopohan bahkan menjulur dari satu bukit ke bukit lainnya.
Nan Juah disana baris pegunungan bertudung salju menyembul dari balik
perbukitan.
Sampai di Kawasan Mcleodganj berderet
hotel dan pertokoan yang menjual souvenir Khas tibet. Mulai baju, dekorasi rumah, buku
hingga aksesoris. Restauran disini lebih banyak yang menjual makanan ala
Eropa. Mudah sekali menemukan Pastry shop dan cake. Hotel di kawasan ini juga
murah dengan pemandangan permadani perbukitan dengan sembulan gunung tandus
berjubah salju.
Wanita Tibet dengan baju panjang
dengan design mirip celemek bergaris horizontal berjalan kesana kemari.
Sebagian merajut kaos kaki dan sweater untuk dijual dilapaknya di jalanan Mcleodganj. Kebanyakan penduduk Tibet disini begitu religius, tangan
mereka menggegem tasbih doa.
Kawasan dengan jalanan yang terlalu lebar
ini dipenuhi
dengan turis mancanegara. Mengingatkan saya akan nuansa kawasan Kuta, Bali. Turis
bergaya Hippi hingga yang memakai jubah ala Biksu Dalai Lama ada semua. Mereka
tak sekedar travelling lalu pergi, kebanyakan dari
mereka sudah tinggal berbulan bulan disini. Sekedar untuk menikmati kedamaian
yang ditawarkan atau mempelajari lebih dalam tentang agama Budha.
Tak hanya wisatawan. Biksu Budha dari
seluruh dunia datang kesini untuk bertemu biksu suci Dalai Lama. Mulai dari negeri Timur
Mongolia sampai dari dataran Eropa. Tak hanya bertemu, mereka juga belajar
tentang agama Budha dan kedamaian hidup. Jangan heran, jika sepanjang jalan
kawasan ini banyak sekali Biksu pria atau wanita mengenakan jubah warna merah
marun ala Dalai Lama.
Sepanjang jalan banyak penjual momos.
Dumpling ala masyarakat Nepal dan Tibet yang berisi sayuran. Disajikan hangat dalam piring
kecil kemudian dicocol dengan sambal merah. Rasanya mirip dengan siomai bakso.
Monastri dengan stupa warna keemasan
berdiri menawan ditengah kota. Menebarkan kedamaian dalam alunan Doa panjang
dari dalam. Para peziarah berjalan dengan khusyuk mengelilingi kuil. Sementara tangan kanannya
menggelindinkan silinder doa beraksa tibet. Suara Silinder Doa ini membawa
kedamaian diantara keramaian kawasan Mcleodganj.
Setelah
besantai sejenak di hotel. Kami
lanjutkan tapak kaki menuju museum Tibet. Menyimpan seluruh bukti sejarah
perjalanan panjang Dalai lama dan pengikutnya. Mereka berjalan melewati ganasnya pegunungan
Himalaya yang dingin dan beku dari Tibet menuju pengungsian di India.
Nuansa politik dan ketegangan antara
China dan Tibet tercium dari balik museum. Museum ini menyimpan seluruh benda
yang mereka bawa termasuk pisau dan tombak. Bahkan sebuah baju kuno yang penuh
cipratan darah.
Disalah satu ruangan kami disuguhi
video perjuangan panjang rakyat Tibet untuk berdiri sendiri menjadi sebuah
negara. Adegan mengerikan dan penuh isak tangis mendominasi. Diselingi panorama
keindahan kota Lhasa dan seluruh Tibet. Lumayan bikin dada saya terasa sesak.
Letak museum
ini bersebelahan dengan tempat tinggal Dalai lama dan juga monastery. Nampak
beberapa asrama bertingkat yang digunakan sebagai tempat tinggal para Biksu
yang sedang mempelajari Agama Budha lebih dalam. Untuk masuk kedalam tempat tinggal
Dalai lama dan Monastry, pengunjung tidak diperkenankan membawa kamera dan
handphone. Melewati penjagaan yang lumayan ketat.
Menjelajah
kawasan Mcleodganj dengan berjalan kaki, kita bisa melihat Kampung kampung Tibet menyebar di seluruh kawasan.
Gapura berwarna biru dengan stupa warna kuning keemasan diatasnya menyambut
kedatangan para tamu. Aksara Tibet lebih mendominasi ketimbang aksara bahasa
Sansekerta yang biasa digunakan di India. Satu hal yang mengingkat diri ini
masih menjejak negeri Mahabharata yakni lengggak lenggok sapi yang turut
meramaikan jalanan.
16 $type={blogger}
Aku kebacanya Dharmasala mulu,kayaknya lebih enak pelafalannya hehehe. Foto rumah2 diatas bukit itu keren mba zulfa
ReplyDeleteHehehe Ru Ojok mikir panganan wae, masala iku bumbu masaka an nang India. hahaha
DeleteDengan melimpahnya para pendatang Tibet, tidak ada ketegangan dengan penduduk asli ya Mbak Zulfa. Suka banget membaca catatan perjalananmu. Indah :)
ReplyDeleteYa. Alhamdullilah nggak ada mbak Evi. kasihan klo msh ada ketegangan, di negeri sendiri nggak aman, negara lain juga nggak.
DeleteMatur nuwun mbak, suka juga sama gaya tulisan sampeyan.
Tibet itu istimewa sejak kecil, gara2 buku serial petualangan Tintin di Tibet hehehe. Kapaaaan ya bisa ke Tibet, semacam mimpi yg masih terlalu jauh untuk disentuh.
ReplyDeleteBener mbak. Tiet ini memang memiliki dya tarik tersendiri untuk dikunjungi.
DeleteHehehe banyak yang terinspirasi petualangan tin tin.
Ayoooo Ke Tibet Mbak, nggak terlalu jauh kok mbak, yukk ah simpen receh sebaik baiknya, InsyaAllah bisa berangkat. Aamiin
Ya ampun, tibet tibet. Kapan ku bisa kesana,hehehe,,, lihatnya aja penuh dengan kedamaian apalagi yang menjalaninya ya tuh para Bhiksu,,, keren - keren
ReplyDeleteSemoga suatu saat Nis, jangn lupa ajak ajak aku klo kesana :)
DeleteJenenge mengingatkan nang pilem Highlander. Kuwi kuile sing warna warni cakep banget..
ReplyDeleteHighlander iki film lawas banget mbak :) He eh kuil kuil Tibet baik di negeri sendiri atau di luar memiliki warna kek khasan yg sama
Deletetibet memang bikin penasaran ... kayaknya ga lengkap kalau belum pernah travelling ke sana, tradisi2-nya menarik dan alamnya memang unik dan indah
ReplyDeleteBener, Tibet, Nepal dan India itu incaran para traveller. karena budaya dan adat dan memiliki festival yg banyak. Pingin bisa mbolang lengkap ke seluruh Tibet
DeleteKat sane ada orang muslim atau masjid tak? Saya mau pergi belajar bahasa Engris kat Tibet charity.
ReplyDeleteWaktu disana saya nggak nemu Masjid. Yang ada itu Kuil, monastry dan Gereja. Mungki pas di Dharamsala nya ada, klo kawasan Mcleodganj nggak nemu.
DeleteIya disana banyak program charity gitu.
Masa awak disana ada banyak orang muslim (traveller) tak? Berapa hari awak tinggal disana? Saya mau pergi takpi risau sikit sebab tak tahu culture di sana. hahaha
DeleteThank you for sharing your experience with me . It is an inspiration for me.
Muslim traveller ada tapi nggak banyak. Saya kesana 2 hari.
DeleteAyooo berangkat kesana, kalau culture bisa disesuaikan kok, alamnya juga kece kece. Sayang aku nggak trekking kemarin soalnya waktunya diapakai ketemu Dalai Lama :)