Kuil dan Monastry bersanding mesra di Kota Dharamsala menjadi
bukti kearifan penduduknya.
Sampai Dhramasala kami langsung menuju kawasan Mcleodganj.
Siang harinya kami beristirahat sebentar di Hotel. Sekedar meluruskan pungung
setelah semalaman menempuh perjalanan darat dari kota Jammu Kashmir. Ditambah segepok kesialan dimalam gelap gulita, 'menikmati' goyangan bus tua pemilik pemerintah India yang mengkoyak koyak tubuh dan menampar nampar wajah yang
justru bikin kami tertawa membahana.
Dharamsala
adalah sebuah kota kecil yang berada di kaki pegunungan Himalaya, Propinsi
Himachal Pradesh India. Kota perbukitan yang menyuguhkan gugusan pegunungan
dengan puncak puncak saljunya. Dharamsala bagaikan magnet surga dunia yang
menawarkan kedamaian bagi para pencari ketenangan
dan tujuan hidup.
Sore hari, berdasarkan informasi yang didapat, kami
berjalan sekitar 1
KM dengan menuruni perbukitan. Menuju Kuil
Basgsunat dan air terjun Baghsu. Sampai di jalan dipenuhi pepohonan menghijau terdapat sebuah
persimpangan jalan. Kami berhenti sejenak bertanya kepada salah satu bule
perempuan. Bergaya punk, rambut kayak Rut gulit, hidungnya ditindik sebua
cincin. Dan badannya dengan penuh aksesoris unik.
“Hai” sapa kami
“ Oh hai” senyum ceriah terpancar dari bule cewek yang
berperwakan kurus ini.
“Where is the
way to go to temple ?”
“Oh, this way
“ sambil menunjukkan arah jalan menikung ke kanan
“ How is the
Temple ?”
“ Oh its so Beautiful. There are so many statues,
pool, and some decorative, I love it… I love it”
“Really ?”
“ Yeah, I love it
.. I love it”
Ucapan cewek ini pun menjadi bahan pamungkas candaan
kami dalam perjalanan selanjutnya. Cara dia mengatakannya begitu ceria dan ‘hidup’.
Apapun dijalan, lihat sesuatu atau mencoba makanan. Kami selalu bilang “ I love
it … I love it”.
Setelah
melihat dua anak muda bergandengan mesra yang nampak tak ‘biasa’ dan melewati pasar
seni akhirnya kami sampailah kami di Kuil Baghsunath. Didepan
kuil, sebuah kolam dengan air mengalir langsung dari pegunungan Himalaya yang
dianggap suci oleh umat agama Hindu.
Terlihat
beberapa jamaah, menceburkan diri dan bersuci di dalam kolam. Saya perlahan memasukkan
kaki dalam kolam. Dinginnya air es menusuk tulang, membuat saya ketawa geli dan
segera keluar dari kolam air. Saya sendiri cukup menunggu di kolam. Sedangkan beberapa
teman masuk kedalam kuil.
Meninggalkan kuil kami menuju air terjun Basghunat. Berjarak
sekitar 1,5 km dari kuil Baghsunath.
Dari kuil ini air terjun nampak seperti garis. Menaiki bukit dan melewati
ratusan tangga batu yang rusak disana sini. Kadang harus melompat.
Perlahan
saya menaiki tangga berpagar besi. Disebelah kiri bukit bebatuan berselimut rumput
dan tanaman perdu nan menghijau. Disebelah kanan saya, jurang menganga dengan
ujung aliran sungai berbatu.
Sesekali
saya berhenti. Menormalkan detak jantung saya yang mulai berdetak cepat. Meneguk
segelas air murni yang mengalir dari sela sela bebatuan, segar terasa.
Sampai
di air terjun Baghsu, saya langsung membasuh muka saya. Meskipun terasa begitu
dingin, kayak air keluar dari kulkas. Meski dingin
tak menghentikan kaki saya terus melangkah mendekati air terjun. Jernih dan
beningnya air bagaikan sebuah kaca.
Didepan
saya, sebuah suguhan alam bagaikan potret wallpapper yang ada dalam komputer.
Air terjun jatuh dari sela sela perbukitan. Air jatuh disebuah kolam alam
berwarna hijau bening. Berlatar belakang gugusan pegunungan himalaya dengan
hamparan pucuk pucuk saljunya. Kami duduk
santai disini hingga gores jingga membelah bumi dan langit.
Pemandangan
tak biasa terlihat diatas air terjun. Bergelantungan bendera untaian doa
seperti yang saya temui di jalanan Mcleodganj. Doa merupakan kekuatan keyakinan
masyarakat Dharamsala, semua tercermin dalam kedamaian yang terpancar dari kota
ini.