Kecantikan Danau Tiga Warna di Phutuk Krebet
December 08, 2015
Alam
tak pernah berhenti menyuguhkan keindahannya meski manusia mengexploitasinya
Cinta
bertepuk sebelah tangan. Istilah ini tepat sekali menggambarkan antara Alam dan
Manusia. Betapa besar nafsu manusia mengexploitasi keindahannya. Alam tak
pernah berhenti mencintai manusia. Terus memenuhi kebutuhan pun tak berhenti
menebar keindahan meski tangan kita telah merusaknya.
Ibarat
seorang gadis perawan ditangan lelaki pengeruk nafsu. Direbut keperawanannya.
Dan diperdagangankan untuk mengeruk pundi pundi uang. Sang Gadis tak pernah
membantah dan menjalani apa yang sudah ia sebut sebagai ‘nasib’. Bahkan terus
memberikan kenyamanan dan kepuasan kepada lelaki yang dicintainya. Meski
hancur, sang gadis terus memberikan senyum manis dan melayani dengan sebaik
baiknya. Berharap suatu saat lelaki itu suatu saat memberikan cinta yang sama
kepadanya.
Alam
dicipta untuk kebutuhan manusia. Kita memanfaatkannya. Sudah tugas kita menjaga
dan melestarikannya. Tapi tak semudah berkata, ketika dollar dihadapan mata.
Alam terus dikeruk dan diambil manfaatnya kemudian ditinggalkan begitu saja.
Menyisakan tanah gersang, lubang menganga. Meski tak terurus, seiring
berjalannya waktu, alam menebar keindahannya lagi.
Tak
hanya di Belitung yang memiliki danau besar dan Indah akibat aktifitas
penambangan bertahun tahun. Di beberapa tempat di Indonesia, lahan lahan sisa
penambangan menjelma menjadi tempat wisata.
Salah satunya Phutuk Krebet yang
berada di Bukit Phutuk Krebet, Desa Panggunguni, Kecamatan Pucanglabang, Kabupaten
Tulung Agung. Berbatasan dengan kanupaten Blitar. Sisa galian tambang timah
yang membentuk sebuah lubang yang dalam
dan menjadi tadah air hujan. Bertahun tahun diterpa hujan terus menerus kemudian
bermertamorfosis menjadi danau yang menyuguhkan warna air yang tak biasa.
Ada
yang berwarna biru tosca, mengingatkan saya akan telaga warna Dieng. Ada yang
hijau sekali seperti lumut. Dan lainnya berwarna hijau kehitaman, juga
mengingatkan saya akan telaga warna yang dilihat dari sisi lainnya. Perbedaan warna ini diakibatkan kandungan
sulfur atau bahan kimiawi alami yang
dihasilkan oleh lahan tambang.
Lebar
danau pun tergantung musim. Kalau musim hujan, danau lebar sekali. Sedangkan
musim kemarau danau menjadi lebih kecil, tapi lebih bening. Waktu saya datang
kemari bertepatan dengan musim kemarau panjang, jadi danau mengecil. Sebagian
danau dikelilingi tebing tebing batu vertical berwarna kecoklatan berdegradasi
putih. Nampak begitu kontras dengan warna danau.
Phutuk Krebet
bukan satu satunya wisata tambang yang saya kunjungi. Sudah empat kali ini saya
bertandang ke tempat wisata yang notabene adalah bekas galian tambang. Pertama
kali ketika saya mengunjungi Bukit Kapur yang berada di Sumenep, Madura. Yang kedua di Bukit Jamur, Gresik, Jawa Timur dan yang ketiga Asolla Bhatti Lake yang berada di Delhi, India.
Perjalanan melihat warna warni danau di
Phutuk Krebet ini adalah ‘bonus’ wisata Kedung Tumpang. Kebetulan letaknya berdekatan.
Saya pergi kesana bersama Agus. Teman mbolang
dengan motor dulu yang kini sibuk dengan open tripnya. Dalam perjalanan ini
saya mengikuti salah satu open tripnya.
Jadilah
saya pergi bareng bersama teman teman baru lainnya. Nah, sampai di Kedung Tumpang,
ketambahan salah satu teman Agus lagi yang sedang jalan jalan bersama putranya,
umurnya sekitar 8 tahun. Saya lupa nama si mbak dan anaknya. Setelah dari Kedung
Tumpang, kami bersama sama mengunjungi Phutuk Krebet.
Mendekati
area lahan pertambangan, panas terasa. Kering dan gersang. Rumah penduduk juga
jarang jarang. Pohon kelapa dan jajaran pohon Jati mendominasi. Tanah berdebu
dengan tekstur berbatu. Berwarna putih kecoklatan. Dipenuhi dengan batuan
kerikil. Jalan harus berhati hati, salah langkah bisa terpeleset. Bisa bisa masuk danau, karena danau ini tanpa
pagar pengaman.
Seperti
kebanyakan lahan pertambangan lainnya, dimana ada lubang menganga dan
dikelilingi timbunan tanah hinga
membentuk gundukan. Nah, gundukan tanah galian ini berbentuk kerucut nampak bagaikan bukit
kecil.
Si anak yang nekat menuju puncak Bukit sendiri |
Pohon jati disekitar Phutuk Krebet |
Putranya
si Mbak ini aktif sekali. Tiba tiba lari, naik bukit sendirian. Hilang. Eh,
tiba tiba mendekati sudah berada di bibir Danau. Nekad, tanpa rasa takut sama
sekali. Saya yang sibuk membidikkan foto jadi
khawatir sendiri. Karena tekstur tanah berkerikil, mudah terpeleset.
Bagaimana kalau jatuh dan masuk danau. Jadilah, saya sering teriak teriak untuk
mengingatkan si kecil tidak terlalu dekat.
Untung
saja, selain sehat, aktif, anak si mbak ini memakai sandal gunung, jadi
cengkaraman sandal lebih kuat dan tidak mudah terpeleset. Tapi tetep harus hati
hati. Melihatnya yang terus berlari
kesana kemari saya jadi teringat Najin dirumah, sama aktifnya. Kalau diajak jalan
jalan pasti lari kesana kemari.
Tips
dari saya kalau datang ke Phutuk Krebet yakni pakai sandal gunung yang kuat. Jangan lupa oleskan sunblok ke wajah,
meski dikelilingi hutan jati tapi lahan tambang terasa panas dan terik. Gunakan
kaca mata hitam biar nggak silau. Pakai masker kalau tidak tahan dengan debu.
Trus minum yang banyak juga untuk menghindari dehidrasi. Lagian, di areal
pertambangan tidak ada penjual makanan dan minuman.
Selesai
mengunjungi Phutuk Krebet, terbesit dalam hati saya. Betapa alam tak pernah
berhenti menebar keindahan meski kita telah menjamah dan merusaknya. Tak hanya
cinta sesaat yang cukup mencitai diri kita saja, Kelak alam juga memberikan
cinta yang sama kepada anak cucu kita. Ada baiknya kita memberikan cinta yang
sama kepada Alam. #selfreminder
35 $type={blogger}
Wah baru tahu ada pemandangan seperti ini ya..Menarik sekali.
ReplyDeleteCakep memang. Ayooo main kesini
DeleteSeneng ndelok werno2 alam sing apik ngene. Btw, kuwi model jilbabe sing mbok gawe apik banget, Zulfa. ira
ReplyDeleteIku Jibab dapat Sponsor dari HijabUs mbak. Coba di cek di FB nya.
DeleteKerudung slobokan, bahannya adem, dan tetep gaya.
He'em mbak, setuju banget,,,, sebaiknya kita mencintai alam. Ya hal kecil saja membuang sampah nggak sembarangan, dll. Tapi Alam memang tak henti - hentinya memberikan senyuman pada kita. Coba bayangkan kalau alam sudah murka, apa yang terjadi? btw, anak kecil yang nekad naik ke bukit itu kayaknya jiwa petualang tuh mbak,,, hehehe. Salam untuk Najin :-)
ReplyDeletekalau Murka hancurlah kita.
DeleteIya, tiu anak petaulang banget, cucok sama emaknya yag suka jalan jalan.
Huaaaaa... Baru tau niiih...
ReplyDeleteMudahan tempat ini tetap terjaga keindahannya ya...
Btw, analoginya dalem banget...
Huaaaaa... Baru tau niiih...
ReplyDeleteMudahan tempat ini tetap terjaga keindahannya ya...
Btw, analoginya dalem banget...
Amaiin.
DeleteAnalogi ki ilmu opo to mbak Dee? dalem banget bahasane sampeyan, hehehe
kenapa sih intronya pakai gadis perawan segala .. dan yang jadi jahat lelakinya ...
ReplyDelete:P
Hahaha, Maklum lah Bro klo di film film kan Gitu, akibat kebanyakan nonton sinetron :). Yg jahat selalu lelaki *ngajakkelailelakisejagat.
DeleteSekilas nampak seperti danau kelimutu, di flores ya bu. Hehehe. Lama nggak pulang kampung ke Tulungagung nih. Kangen hawa segarnya :)
ReplyDeleteYa, sekilas Nampak seperti Danau Kalimutu. Ada yang bilang ini small Kalimutu. :) Wah, Asli Tulungagung. Aku Pak De disana
Deletewaah iya mirip danau kaolin di belitung.. warna airnya turqoise gitu... taoi aku penasaran efeknya seperti apa sih kalo airnya dipake buat main air? kan katanya bahaya tuh mba... apa sama kyk air keras?
ReplyDeleteYang kaolin itu lebih besar dan lebih dalam mbak. yang ini nggak seberapa dalam, cuman ada beberapa. Katanya gitu mbak, kayak bahan keras, soalnya banyak bahan kimia yg bikin danau warna cakep gitu. Biasanya ada Sulfur gitu. Mungkin dosen Kimia bisa jelasin. hehehe
DeleteView nya bikin breathless, photonya bagus-bagus pula. Udah sering denger soal danau 3 warna ini sih, tapi sekalipun belum sempat pergi kesana.
ReplyDeleteMakasih udah share :D
View nya memang kece mbak. cahaya matahari mengkilau di Danau jadi cakep dalam bingkai kamera. Apalagi bidadari penunggu danau itu, tambh bikin cakep *dikeplakkacamata :)
DeleteAyooooo main kesini.
Apik mbak dan itu di tulungagung ya. Mbayangno puanase itu skalian bawa termos es kali ben sejuk ya :D
ReplyDeleteYuhuuuu Cakep, ya. Ayooo Ru dekat itu sama malang, tinggal melangkah melewati Blitar. sudah perbatasan dengan Blitar kok. Puanaseee polllll, lumayan dehidrasi
DeleteWah mirip dieng yo. Birunya cantik. Kapan dijak mrono? :)
ReplyDeleteYuhuuu, Ayooo lah main nang Tulungagung. kece kece an bareng engkok
DeleteLuar biasa ya mba keindahan yg disuguhkan alam meskipun manusia sering menganiayanya
ReplyDeleteYuhuuuu, Alam selalu mencintai kita, ya. sayangnya kita....
Deletewah saya masih gagal ke sini mbak gara" mobil gak bisa lewat karena jalannya nya lagi di perbaiki T.T sedih.....
ReplyDeleteWah, jalannya diperbaiki? aku kesini terkoyak koyak, hehehe untung tidur, malh kayak di nina bobokin
DeleteKok kamu ngak berenang mak ????
ReplyDeleteNungguin kamu :) buat berenang bareng
DeleteWah, sudah ditambang aja masih meninggalkan sisa-sisa keindahannya ya.. Alam ciptaanNya luar biasa..
ReplyDeleteMemang, Alam ciptaan NYA selalu memberikan keindahan dan manfaat
DeleteDanau terakhir agak serem warnanya ya mbak Zulfa, tapi emang ini tempatnya menariiiik. Penasaran jadinya
ReplyDeleteWarnanya terlalu tua jadi serem, klo tosca bikin betah mata.
DeleteDi Bintan juga mbak cakep-cakep banget danau bekas galian tambangnya. Sayang belum pernah ke sana cuma lihat foto-foto teman saja :(
ReplyDeleteAyooo dikunjungi mbak trus post di blog. Ditunggu ya..
DeleteCinta yang abadi. Mungkin sama kayak cinta orang tua ke anak. Begitu terus nggak pernah putus. Duh mak, alam romantis banget :)
ReplyDeleteYa, Bener. Orang tua tak pernah putus mencntai meski sering dilukai perasaanya. hiks.
DeleteBanget, makanya suka menyepi dengan alam ketimbang nge mall