Menghirup Semangat Kerja Keras di House Of Sampoerna
September 15, 2015
Perjalanan
hidup seorang anak yatim piatu hingga membangun perusahaan raksasa di Indonesia
Aroma
cengkeh menelusup kerongga hidung sesaat setelah kaki saya melewati pintu kaca
dihiasi mozaik penuh warna. Nuansa homie
terasa begitu hangat dengan kolam air dipenuhi ikan koi. Berbagai furniture tua dan dekorasi vintage memenuhi ruangan. Romansa tempoe doeloe menyeruak dengan deretan
foto keluarga berwarna hitam putih memenuhi dinding ruangan, silsilah keluarga
pendiri Sampoerna.
Seorang
pemandu mengenakan seragam warna hitam menyapa dengan senyum ramah. Para
pemandu yang disediakan secara gratis ini mengajak saya beserta rombongan lain
menembus waktu, menyesapi cerita kehidupan seorang anak yatim piatu hingga
menjadi pengusaha sukses dengan semangat kerja keras yang tak kenal waktu. Barang
barang disini seolah menjadi saksi bisu sebuah perjuangan yang tak kenal lelah
untuk mewujudkan cita cita.
Liem
Seeng Tee, pendiri Sampoerna menjadi anak yang mandiri ketika menginjak umur 11
tahun. Meninggalkan keluarga angkatnya di Bojonegoro, si anak yatim piatu mulai
bekerja di kereta api. Hidup menggelandang. Ia menjajakan makanan yang dibawa
dengan sarungnya kepada penumpang kelas bawah dalam perjalanan antara Jakarta
dan Surabaya.
Seeng
Tee muda menghabiskan waktu selama 18 tahun lamanya melompat keluar masuk
gerbong gerbong kereta yang berjalan kala malam buta. Dengan membawa seluruh
“harta” yang dimiliknya terikat di punggungnya. Beralaskan kanvas untuk
tidurnya. Ketika tabungannya cukup, beliau membeli sepeda bekas dan mulai menjajakan
usaha baru dengan berjualan arang di Surabaya. Hingga memiliki perusahaan rokok di Kota Pahlawan ini.
Seperti inilah awal mulau usaha Liem See Teng |
Sepeda kenangan diawal memulai usaha |
Kedua
sepeda ini ditemukan dirumah peristirahatan beliau di Prigen, Jawa Timur,
sekitar satu jam dari Surabaya tempat Museum of Sampoerna. Diyakini bahwa kedua sepeda tersebut adalah harta
yang sangat berharga baginya. Dan menemaninya berjuang mencari nafkah dan
mendirikan sebuah usaha dimasa awal hidupnya.
Setelah
menyesapi kehidupan awal sang pendiri Sampoerna, kami diajak bergeser menatap
karungan cengkeh yang didatangkan dari berbagai daerah. Sebuah Oven Jumbo
terbuat dari batu bata tempat untuk mengeringkan tembakau berdiri disebelah
tumpukan tembakau kering. Tembakau dimasukkan kedalam kulit pohon pisang yang
sudah dikeringkan dan dibiarkan selama 6 bulan lamanya sebelum diubah menjadi
puluhan linting rokok.
Cengkeh, tembakau kering dan Oven untuk mengeringkan tembakau |
Dalam
ruangan yang sejuk dan hening, kami diajak mengenal lebih dekat silsilah
keluarga Liem Seeng Tee dan juga kehangatan rumahnya. Furniture tua seperti
lemari dan kursi menghiasi sudut ruangan. Koleksi guci tua sejak abad ke 13 dan
didatangkan langsung dari negeri tiongkok memenuhi lemari tua. Foto foto keluarga hingga foto para
perkerja di masa lampau. Semuanya dipajang dengan rapi di dinding ruangan seolah memasuki rumah,
bukan museum.
Foto para pekerja di masa lalu menggunakan kebaya, nampak klasik dan cantik |
Kami masuk lebih dalam ke rumah kenangan Keluarga Sampoerna. Di “hall” kedua ini terdapat benda benda antik lainnya. Seperti mesin cetak tua, peralatan dan kostum marching band, dokar dan sepeda motor tua, peta, berbagai kemasan rokok produksi Sampoerna dan berbagai macam tiket kereta api sejak aman jadul hingga terbaru. Yang paling unik disini berbagai macam kemasan korek api yang ada pada zaman doeloe.
Koleksi Guci tua |
Perabot Rumah dan foto keluarga sampoerna di dinding ruangan |
Kemasan Korek Api zaman jadul |
Kami
selanjutnya diajak ke lantai dua. Kami tidak diperkenankan memotret atau
merekan video. Di lantai 2 kita bisa melihat ruang produksi pembuatan rokok
yang berada dibawah (lantai 1). Mulai proses pengelintingan rokok hingga packing. Ada sekitar 400 pekerja. Seluruh
pekerja berseragam ini dibagi menjadi tiga bagian dengan tiga warna topi yang berbeda.
Untuk
efesiensi kerja, tempat duduk para pekerja ini diatur dengan formasi khusus. Terdiri
atas 3 pengelinting rokok dengan topi merah diselingi dengan satu pekerja topi
hitam yang bertugas sebagai cutting
atau finishing lintingan rokok.
Disusul dengan dua pekerja bertopi kuning yang bertugas mempacking rokok
kedalam kemasan dan diberi label.
Dalam
satu jam setiap pekerja menghasilkan 325 linting rokok yang kemudian diberikan
kepada bagian cutting. Dalam satu jam
dia memotong sekitar 1000 linting rokok (total dari ketiga bagian
pengelinting).Sedangkan bagian packing dalam satu jam bisa membuat 180 hingga
200 kemasam rokok. Super cepat.
Dan
mereka melakukannya secara manual, lho. Bisa dibayangkan betapa cepat dan
cekatan tangan mereka ? Nah, dilantai dua ini ada sebuah ruangan kaca yang
berisi satu bagian produksi rokok, jadi kita bisa menyaksikan secara dekat
proses pembuatan rokok. Fyi, untuk melihat proses pengelintingan rokok jangan datang di hari Minggu, karena para pekerja libur.
“Itu
tangan atau mesin?” ucap saya menyaksikan gerak cepat para seluruh pekerja. Dan sang pemandu tersenyum serta menjelaskan bahwa mereka bekerja sesuai terget yang ditentukan. Saya
lihat satu pekerja menerima telpon. Dia tetep berbicara di handphone tapi kedua
tanganya tetep cekatan mengerjakan tugasnya. Uniknya, lagi seluruh pekerja
disini adalah perempuan. Menurut Pak Liem perempuan itu lebih cekatan dan
telaten. Hidup Perempuan!
Oh
ya, perusahaan Sampoerna ini sangat peduli dengan para pekerja dan pedagang
disekitar pabrik. Mereka mendapat sarapan gratis dari perusahaan. Dan makanan
tersebut dipesan dari pedagang keliling sekitar pabrik. Hingga saat ini, meski
sebagian saham dibeli oleh perusahaan Philip Moris, tapi tradisi kerja dan
kebiasaan masih dipertahankan.
Dahulunya
ruang produksi ini adalah aula besar yang diubah menjadi gedung Bioskop dan
dikenal sebagai Sampoerna Theater. Dilengkapi dengan panggung berputar dan
lantai buatan yang memiliki efek khusus yang sangat jarang pada saat itu.
Bintang film sekelas Charlie Chaplin pernah datang ke Theater ini pada tahun
1932. Dan gedung bioskop ini pernah dijaikan Orasi Ir. Soekarno untuk melawan
penjajahan Belanda yang pada akhirnya membawa beliau menjadi Presiden pertama
Republik Indonesia.
Liem
Seeng Tee meraih kesuksesanya saat ia dan istrinya membeli komplek ini tahun
1932. Mereka menjadikan komplek ini sebagai tempat produksi pertama dan utama
untuk rokok rokok Sampoerna. Sejak saat itu, tempat ini dikenal sebagai Pabrik
taman Sampoerna dan masih beroperasi hingga saat ini.
Komplek
seluas 1,5 hektar ini awalnya dibangun untuk sebuah panti asuhan khusus laki
laki. Dibangun pada tahun 1858 dan selesai paha tahun 1864. Didalam komplek
terdapat 3 bangunan berjajar. Bangunan ditengah dipergunakan sebagai Museum House of Sampoerna. Diapit oleh dua bangunan kembar di sisi kanan dan kiri.
Liem
mempuanyai 5 anak dan tinggal di sayap kanan bangunan yang saat ini digunakan
sebagai cafee dan galeri. Sedangkan
sayap kiri digunakan sebagai tempat tinggal anak pertamanya setelah menikah.
Hingga saat ini bangunan yang berada di Sayap kiri digunakan sebagai tempat
tinggal keluarga Liem. Beliau percaya bahwa bersama keluarga lebih efektif dan
efesien mengendalikan usahanya. Sejak saat itu hingga sekarang, menjadi tradisi
keluarga sampoerna untuk mendirikan rumah disekitar pabrik.
Rumah di sayap kanan dan kiri, Yang sebelah kiri masih ditempati keluarga Liem hingga saat ini |
Roll Royce mejeng di depan Rumah |
Didepan
rumah keluarga Sampoerna terpajang dua mobil Roll Royce keluaran tahun 70 an. Bahkan
sebelum saya lahir. Nampak mulus dan kinclong. Meski tua, kedua mobil tersebut
masih bisa dikendarai. Hanya saja nggak bisa dikendarai di Indonesia, karena
kedua mobil tersebut menggunakan Plat Singapura dengan nomer seri sesuai produknya
sekaligus angka keberuntungan 234.
Jadi,
ya, untuk meraih sukses tidak dihasilkan secara sekejap. Apalagi dengan bantuan
Jin dalam waktu semalam saja ala cerita dongeng. Atau menggunakan guna guna
dengan dengan menggali kubur. Astaghfirullah. Nggak banget. Butuh waktu tahunan
untuk tetep tekun, berpeluh peluh dan menatap setiap badai yang menerjang. Seperti
kata pepatah “Semua akan indah pada waktunya”. Ayooo kerja!
16 $type={blogger}
Semangat kerjanya tinggi, orang kalo punya cita cita itu emang musti fokus ya mbah kung ini memang fokus jadi orang kaya dg ke uletannya akhirnya berhasil juga. Kebayanya cakep warnanya masih bener putih itu mbak?
ReplyDeletebetul, harus fokus sama yang kita lakukan, Seringnya sih banyak mimpi tapi minim kerja.
DeleteCakep banget kebayanya, masih putih dan bersih.
Jika orang kerja keras ya akan menikmati hasil kaya pemilik house of sampoerna ya? Keren banget tuh istana..
ReplyDeleteBanget, ayooo ditiru semangat kerjanya :)
Deleteperjuangan yang sangat panjang hingga bisa sesukses ini
ReplyDeleteBener, tak semudah membalikkan tangan. ada harga yang harus dibayar untuk semua yg telah dicapainya
DeleteAgustus lalu setelah dari Banyuwangi rencananya ingin jalan-jalan ke Surabaya. Salah satu tempat yang aku ingin kunjungi house of sampoerna ini. Tapi belum kesampaian karena beberapa hal.
ReplyDeleteSenang bisa ikut menghirup semangat kerja keras itu lewat postingan ini. Tfs mbak Zulfa
Ya, kalau ke House of Sampoerna sekalian ke JMP, juga beberapa bangunan peninggalan Belanda. Oh ya, House of Sampoerna juga menyediakan jalan jalan Gratis keliling Surabaya, ada jadwalnya
DeleteAku tiap mudik mesti kelewat mau singgah di HoS ini mbak... Padahal sebelum mudik biasanya udah dilist, tapi sampe Surabaya mesti kelewatan...
ReplyDeleteAku tiap mudik mesti kelewat mau singgah di HoS ini mbak... Padahal sebelum mudik biasanya udah dilist, tapi sampe Surabaya mesti kelewatan...
ReplyDeleteAku tiap mudik mesti kelewat mau singgah di HoS ini mbak... Padahal sebelum mudik biasanya udah dilist, tapi sampe Surabaya mesti kelewatan...
ReplyDeleteAku baru sempat nyamperin kemarin, soalnya memang niat jelajah Surabaya. Semoga besok waktu pulang ke Surabaya bisa mampir ya
Deletehebat ya ... perjuangannya dari nol menjadi perusahaan besar bangettt
ReplyDeletekalau ke surabaya mesti mampir kesini ah ...
Bener, Kita hirup perjuannya semoga kita bisa bekerja keras juga, ya
DeleteDulu pernah baca di majalah, ada yang koleksi korek api kotak kayak di pajangan itu mbak Zulfa. Jumlahnya lebih banyak. Unik ya koleksinya orang hehe
ReplyDeleteIya, waktu aku lihat lihat koleksi korek api itu, aku coba ingat ingat yang pernah aku lihat waktu kecil.
Delete