Menghirup Makna Nasionalisme Di Carnaval Kemerdekaan RI70
September 01, 2015
Arak
arak an mobil hias melewati jalanan protokol dari tahun ke tahun memang tidak
pernah berubah penampilannya tapi selalu mengundang sejumput bahagia bagi
masyarakat yang menantikannya.
Boleh
jadi karnaval kemerdekaan Republik Indonesia tak semeriah dan seheboh carnival di
Brazil yang menampilkan berbagai kostum megah mambalut badan yang molek aduhai.
Dihiasi wajah wajah cantik eksotik berbungkus kaos yang sangat menyesakkan dada
karena terlalu ketat. Entah wanita beneran atau jadi jadian. Tapi, dalam
kesederhaan karnaval Kemerdekaan RI70 tersungging senyum dari wajah wajah
sederhana yang mengharapkan sebuah perubahan besar menuju perekonomian yang lebih
baik di bumi Indonesia.
Karnaval
kemerdakaan RI70 di kota Gresik berlangsung akhir Agustus yang lalu. Jujur
saja, sebenarnya saya kurang tertarik melihat acara karnaval yang berlangsung
setiap tahunnya. Entah kapan terakhir kalinya saya menyaksikan acara Karnaval
di kota kelahiran saya ini. Karena acaranya teteup begitu begitu saja. Mobil dihiasi
dengan berbagai karakter, mulai karakter binatang sampai Reog. Ditunggangi manusia
manusia pilihan yakni cowok dan cewek paling cakep disekolah atau instansi
tersebut. Ditambah dengan siswa siswa berprestasi di sekolah tersebut.
Berhubungan
keponakan saya ingin menyaksikan begitu pula si kecil, saya harus melepas ego
saya dan menyaksikan acara karnaval tersebut. Meski awalnya diliputi rasa malas
dan kurang bergairah. Ujung ujungnya acara yang sederhana ini mampu melempar
memori saya menuju puluhan tahun yang lalu. Waktu dimana saya memiliki sejuta
impian dan cita cita untuk negeri ini.
Acara
karnaval ini memang acaranya wong cilik. Wajah wajah yang begitu sederhana
menanti deretan mobil hias. Wajah wajah lugu yang menerima selebaran flyer
dengan penuh antusias. Anak anak dengan begitu riang duduk dijalanan protokol.
Seolah terlupa dengan panas yang lumayan meyengat.
Acara
sederhana ini juga membawa berkah bagi para pedagang kaki lima. Ketiban rezeki
istilahnya. Mulai penjual bakso, krupuk, es, jagung, pentol, siomay, kripik
singkong hingga penjual mainan tempoe doeloe. Semuanya tumplek blek dijalanan. Dengan cekatan mereka
melayani pembeli. Pundi pundi rupiah yang sungguh tak seberapa mampu membawa keriaan
keluarga dirumah.
Ketika
sibuk mengabadikan acara kemerdekaan dalam lensa kamera dan membidikkan kearah penonton,
saya menyungging senyuman. Saya tersenyum karena kecongkakan saya sendiri. Saya
tersenyum karena ekspetasi saya yang terlalu tinggi dalam hidup. Saya tersenyum
karena memiliki rasa syukur yang pendek. Saya tersenyum, karena sesungguhnya
kebahagiaan datang dari hal yang sangat sederhana. Justru keinginan kitalah yang
membelenggu kebahagiaan itu sendiri.
Tinggal
di negeri seribu dewa, India, yang notabene menggeret saya mundur kedalam rona
kehidupan masa lalu dimana hidup dengan segala keterbatasan, justru mampu
membuncahkan syukur yang berlebih dalam hidup ini. Bersyukur lahir dan
dibesarkan di Indonesia. Mungkin perasaan
berbeda ketika saya tinggal di Eropa dan negara negara maju lainnya. Mungkin
saya lebih banyak nyinyir tentang
negeri ini karena berbagai kekurangan disana sini.
Mungkin
saya sendiri tidak tahu seberapa besar rasa nasionalieme dalam diri. Apalagi saya
tinggal di luar negeri. Bahkan sebagian besar tulisan saya lebih banyak tentang
India ketimbang Indonesia. Mungkin blog saya lebih nasionalis jika saya
menceritakan tentang keindahan bawah laut atau sinaran mentari pagi dibalik lekuk pegunungan
nan sexy. Racun racun foto dan cerita perjalanan yang mampu menggelitik nafsu
orang lain untuk mengunjunginya. Dan ….. meninggalkan segunung sampah ditempat
tersebut. Menjejak dan Menginjak. Ah, Entahlah, dan apalah saya ini, yang saya
tahu negeri ini telah membungkus hati saya dengan senyuman ramah penduduknya.
Mungkin
wajah wajah bahagia menikmati acara karnaval ini lebih nasionalis ketimbang
saya. Mungkin mereka yang tidak pernah pergi kemana kemana justru lebih
nasionalis. Mungkin mereka tidak pernah menatap si nemo menari maju mundur
dinatar terumbu karang bawah laut sana dan tidak pula menginjak terumbu karang.
Mungkin mereka tidak pernah menancapkan sang merah putih diatap gunung dan
tidak pula meninggalkan sampah. Mungkin.
Bagi
saya rasa nasionalis adalah rasa yang tak pernah nyinyir. Rasa yang selalu menysukuri hal hal kecil dan berbuat
kebaikan sebesar mungkin. Rasa ingin berbuat lebih tanpa menuntut terlalu
banyak. Rasa yang selalu ingin maju dan belajar dari masa lalu. Rasa yang
selalu mendulang bahagia dimanapun kita berada.
Jayalah
Indonesiaku. Ayo Kerja......
13 $type={blogger}
Tulisan ini dalem dan saya suka :)
ReplyDeleteEntah mengapa suka sedih kalau ada orang yang berbicara miring tentang Indonesia, negeri mereka sendiri :)
Sedalam rinduku padamu apalagi pas adegan sepiring berdua, uhuk :)
DeleteMungkin mereka kebanyakkan minum alkohol cap topi miring, hehehe
aku jadi terharu mak bacanya :)
ReplyDeleteuhuk, bersandarlah dibahuku.... eaaaa . matur nuwun :)
DeleteSudah lama aku ga liat karnaval begini mbak. Fotonya bagus-bagus
ReplyDeleteAku juga sudah lama nggak lihat Ru, seingatku terakhir melihat waktu aku SD. kemarin aku ngantarin keponakan sama si kecil, jadinya lihat juga
DeleteAku malah belum pernah liat karnaval di Jember yang katanya gak kalah ama yang di Brasil kuwi. Eh, dadi eling mainan jadul sing nang Gresik kuwi, yo.. ira
ReplyDeleteAku pingin nonton karnaval kayak gitu di Indonesia, dan adanya di jember. mugo2 pas kene moleh, pas onok karnaval, aku langsung ngibrit nang jember :)
DeleteAku paling seneng lihat karnaval seperti ini, mbak :)
ReplyDeleteAku waktu kecil suka banget, rela berpeluh peluh. udah gede malah males banget. Tapi sekarang suak lagi setelah melihat kemarin
DeleteDuch ini kota ku dan aku dah lama banget ngak nikmati karnaval macam ini :-)
ReplyDeleteayolah Cumi, nostalgia dirumah yang lama. jalan jalan sama ibu kemana gitu atau nonton karnaval bareng. mungkin nggak ya ?
Deletekeren karnavalnya mba.
ReplyDeleteJual motor bekas Honda OLX