Klenteng Hok An Kiong, Salah Satu Klenteng tertua di Surabaya
September 19, 2015
Klenteng
yang berdiri sejak abad 18 ini masuk dalam bangunan cagar budaya kota Surabaya
“Motornya
diparkir sebelah sini saja mbak” ucap si
bapak beretnis tionghoa yang sedari tadi duduk santai di depan klenteng.
“Disini,
pak? “ jawab saya dengan sedikit mengernyitkan dahi, karena motor saya tepat
berada di sebelah patung berbentuk
menyerupai hewan yang berdiri tegak di depan klenteng.
“Ya,
nggak apa apa mbak” sambil menyunggingkan senyuman, saya bergegas memarkir si
Revo yang sebelumnya menghantarkan hidung ini menghirup aroma cengkeh di House of Sampoerna.
Mungkin
di hari itu hidung mancung saya tertawa bahagia atau mungkin sewot
dengan si hati yang menentukan destinasi perjalanan jelajah Surabaya. Gimana
tidak, setelah hidung saya dibombardir dengan arome cengkeh di House of
Sampoerna, selanjutnya dijejali dengan aroma Hio (dupa) di Klenteng Hok An Kiong. Apalagi letak keduanya berdekatan, berjarak
sekitar 2 KM saja.
Saat
datang kemari, saya satu satunya turis kece dan berhijab pula. Jamaah datang
satu persatu dengan dengan menyalakan hio, saya justru menyalakan kamera. Ketika
jamaah mengepalkan tangan memberikan salam kepada dua patung berdiri gagah
dikedua pintu masuk, tangan saya justru sibuk membidikkan kamera.
Seperti
klenteng lain pada umumnya, nuansa merah mendominasi. Sebuah pintu berbingkai
aksara China berwarna keemasan dengan sebuah ornamen cantik menggantung
diatasnya. Patung Oe Tie Keong dan Cin Siok Poo berdiri dikanan dan kiri pintu
seolah menjaga pintu masuk. Diatasnya menggantung deretan lampion.
Klenteng Hok An Kiong merupakan salah
satu kelenteng tertua di Surabaya, dibangun pada tahun 1830.
Awalnya, bangunan kelenteng ini berwujud bangunan darurat yang merupakan tempat
penampungan kaum perantau untuk para awak kapal dari Tionghoa yang selamat
ketika mendarat di pulau Jawa. Pembangunan Klenteng ini dilakukan langsung oleh
insinyur dari Tiongkok. Keunikan dari dari bangunan ini adalah sama sekali
tidak menggunakan paku dari logam, tapi memakai potongan bambu yang
diruncingkan.
Altar Dewan Kwan in 8 tangan |
Masuk
kedalamnya terdapat sebuah Altar. Diatasnya terdapat tempat menyalakan hio yang
terbuat dari kuningan yang diapit dua buah lampu minyak berbentuk lotus. Buah buahan
tertata rapi diatas piring. Menyala deretan lilin lilin cantik berwarna merah berukuran jumbo. Sebuah kertas
uang berbentuk bunga berlatar belakang jajaran patung Para Dewa Dewi.
Ini
adalah Altar Dewi Thian Siang sing Boo atau Maco. Disini ada Patung Budha. Puluhan
Patung Dewi Kwan In berwarna putih. Dan yang membuat saya terkaget adalah
Patung Dewi kwan In tapi dengan 8 tangan. Mengingatkan saya akan patung salah
satu Dewi di India. Kalau nggak salah Dewi Durga, mungkin juga Dewi kali. Ah, saya lupa.
Sejenak
saya mengamati dinding yang berlapis keramik yang dipenuhi dengan lukisan.
Keramik ini dipesan secara khusus. Karena lukisan tersebut mengandung unsur sebuah
cerita. Nampak elok menghiasi dinding.
Saya
kemudian melangkahkan kaki menuju ke bagian belakang. Disana terdapat Altar
Dewa Kwan Kong. Mata saya tertumbuk dengan tumpukan kotak kado penuh warna ditempeli
dengan aksara China. Pikir saya mungkin ada hajatan di klenteng ini. Tetiba
seorang wanita yang sedari tadi beribadah menyapa saya
“Dari
mana mbak?” tanyanya dengan ramah
“Oh,
dari Gresik Bu?”
“Mbak
ada perlu apa foto foto””
“Hmmm,
saya suka jalan jalan dan foto foto bu, dan suka nulis perjalanan juga. Ini lagi
hunting bangunan cagar budaya di Surabaya dan kelenteng Hok An Kiong salah
satunya”.
Kertas Uang dibentuk meneyerupai bunga dan kemudian dibakar |
Sesaat
kemudian seorang lelaki (mungkin suami si ibu) membakar kertas uang yang
dilipat dengan seni origami hingga membentuk menyerupai bunga.
“Oh
ya, maaf kalau boleh tahu, kenapa kertas kertas dalam bentuk bunga itu dibakar
ya bu ?” tanya saya dengan segala keinginan tahunan.
“Oh, kertas itu sama dengan Uang” jadi masyarakat
Tionghoa yang mempercayai tradisi ini beranggapan bahwa dengan membakar kertas
emas dan perak itu berarti mereka telah memberikan kepingan uang emas dan uang
perak kepada para dewa atau leluhur mereka; sebagaimana diketahui kepingan emas
dan perak adalah mata uang yang berlaku pada zaman Tiongkok kuno.
Tumpukan kotak "kado" didalam klenteng |
“Trus
kotak kotak kado itu untuk acara apa, ya ?”
“Pada
bulan 7 Penanggalan Lunar atau Imlek, Orang Tionghoa percaya bahwa pada saat
itu pintu neraka dibuka, semua roh dilepas ke dunia untuk mencari makan. Untuk
meringankan beban roh leluhur, mereka mengadakan sembahyang, menyajikan makanan
dan memberikan pakaian, sepatu serta perlengkapan lainnya kedalam kotak kado
itu dan ditujukan kepada leluhur juga pada roh roh yang gentayangan”.
Saya
hanya manggut manggut mendengar penjelasan. Lumayan, menambah wawasan tentang
kebudayaan etnis lain. Agar kita bisa saling menghormati dan tercipta
keharmonisan hidup. Hehehe berasa jadi Dalai Lama. Saya kemudian berjalan
menuju kesamping, tempat si bapak membuang kertas uang yang dibakar tadi. Duh, Mata saya langsung nangis, pedih
terkena asap.
Tempat pembakaran |
Setelah
puas melihat sudut klenteng tua ini saya bergegas menuju motor saya. Seorang
ibu mendekati saya dan mengajukan pertanyaan yang sama “Untuk apa mbak foto
foto? “. Saya menjawab sama dengan yang tadi. Si Ibu kemudian menjelaskan bahwa
klenteng ini ada sebelum beliau lahir. Beliau juga menjelaskan bahwa di
Surabaya masih banyak Klenteng Klenteng Tua dan beliau menyebutkan sejumlah
tempat. Hmmm, kayaknya saya harus melanjutkan penelusuran ini.
20 $type={blogger}
Wahhh mbolang jalajah tempat ibadah surabaya iki mbak zulfa, ayo mbak lanjutkan!! Ga ke tanjung perak mbak?
ReplyDeleteIya, iki judule mlaku mlaku nang Tunjungan, eh Suroboyo.
DeleteSik durung, recana ape nang klenteng sing nang perak iku. Tapi durung sempat (sok) sibuk :)))
Mungkin karena pernik-pernik dan warnanya yang menyala ya Mbak, foto-foto di klenteng selalu cakep. Tak terkecuali yg dibidik Mbak Zulfa :)
ReplyDeleteKapan hari aku ke Klenteng tertus di Semarang Mbak Evi, Pa kebarengan sama komunitar fotografer. Bener, pernak perniknya sedap menyala waktu di foto.
DeleteDisitu aku merasa tersanjung :)
Dulu aku sering lewat tapi ngak pernah tertarik mampir, ternyata kece juga
ReplyDeleteAku dulu juga sering lewat sini. dari luar kelihatan biasa memang, cuman waktu masuk kedalam, cakep.
DeleteSubhanallah, nge fans sekali dengan blog ini. Berharap suatu saat bisa ketemu langsug dengan penulis, yang ga tau nya saat ini sedang berada di Surabaya, yang mana adalah kota dimana saya tinggal. Aduh jadi makin menghayal utuk bertemu langsung dengan beliau, hiks. Semoga Allah memperkenankan doa ini. Amin :')
ReplyDeleteWaduh, ada yang ngefans sama blogku yang sederhana ini. Aku jadinya kesanjung sedikit sombong *plakkkk.
DeleteSemoga yo bisa ketemu, aku sekarang lagi mengunjungi rumah ibu di Gresik, jadinya sering klayapn ke Surabaya.
Aamiin. Ntar kalau ketemu jangan kaget, lho, cakepnya kebangetan *dibalangkoco :)))
Baru kemarin abis dari klenteng tertua di Tangerang, eh baca blog ini berasa kayak balik lagi ke klenteng haha
ReplyDeleteAku suka moto klenteng, selalu cakep difoto tapi ga tahan bau hio. Kepala pusing setiap menciumnya :(
Klenteng di Tangerang lebih tua 1 abad dari klenteng Hok Kiong ini
Iya, di Tengerang juga banyak Klenteng tua, ya.
DeleteKlenteng itu warnane merah membahana dan banyak sekali detail detail yang pas untuk dibidik.
Wih, lebih tua ya, berarti sama dengan klenteng yang ada si Semarang. usianya huga segitu
Aku suka warna kelnteng. Merah cerah gitu. Sampek lilinnya pun merah. ira
ReplyDeleteWarna cerah dengan menghirup aroma Hio, brasa di daratan Tiongkok.
DeleteYa, lilinnya itu gede dan designnya cantik juga.
nuansa di klenteng itu .. warna2nya sangat mencolok ... bagus banget untuk di foto2
ReplyDeleteYa, kalau ke klenteng bawaanya Kalap cekrek cekrek! :)
DeleteDi Palembang juga ada kelenteng-kelenteng cakep kayak gini. Sayang aku ga pernah masuk, gak enak kalo diliatin sama penjaganya.
ReplyDeleteMasuk aja Yan, Nggak pa pa, Saipa tahu masuk cagar budaya, Sekalian mempelaari budaya Tiongkok di sana
DeleteSelamat malam, apakah ada nomor yang bisa dihubungi untuk tanya" mengenai klenteng hok an kiong? Saya ingin menjadika klenteng ini jadi bahan untuk skripsi saya. Terimakasih
ReplyDeleteSelamat malam, apakah ada nomor yang bisa dihubungi untuk tanya" mengenai klenteng hok an kiong? Saya ingin menjadika klenteng ini jadi bahan untuk skripsi saya. Terimakasih
ReplyDeleteSelamat Siang. hadeh, Maaf saya Kurang tahu nomer teleponnya.
Deletebagus
ReplyDelete