Haleem, Kuliner Khas Muslim Timur Tengah Hingga Asia
April 18, 2015Aromanya. Gurihnya. Hangatnya. Pedasnya. Lumernya. Cacahan dagingnya. Bikin lidah bergoyang India tiap kali menyantapnya. Menggelitik tenggorokan berdendang mengikuti irama sang lidah. Kala musim dingin tiba, nyaris tak ada sekat hari tanpa menyantapnya.
Mesti
musim dingin berlalu. Musim panas mulai membara. Saya tetap menikmati haleem
(Doyan mbadok). Tak peduli badan ini sudah langsing berlebih. Kolesterol
berteriak membuat tangan dan kaki berdenyut. Tapi setiap sendoknya justru membuat
sensasi tak bisa berhenti. Mengandung
‘narkoba’ yang membuat saya sakau dan lupa diri tanpa memperhatikan lemak
dipinggang dan dipipi.
Selama musim dingin, setiap hari Senin bapak mertua
selalu membawa Haleem dari kota tempat beliau tinggal. Karena memang tiap hari
senin beliau mengunjungi kami di Delhi. Tak hanya Haleem. Juga berbagai
menu masakan khas muslim berbahan dasar daging dan ayam dalam limpahan Ghee.
Tak
tanggung tangung beliau membawa setiap masakan dalam panci panci besar. Terkhusus
Haleem,
beliau membelinya dari restoran langganan.
Dulu ibu mertua suka membuat Haleem dirumah. Seiring waktu dan menua, beliau sudah
tak sanggup lagi memasak Haleem. Karena untuk memasak Haleem
dibutuhkan waktu minimal 6 Jam lamanya. Juga tenaga ekstra untuk mengaduk terus
menerus. Butuh kesabaran dalam tiap racikannya. Itulah sebabnya masakan ini disebut dengan Haleem.
Diambil dari bahasa Persia yang berarti Kesabaran.
Haleem adalah masakan yang sangat popular
di Timur Tengah, Asia tengah dan anak benua India. Termasuk
Pakistan dan Bangladesh. Meskipun hidangan bervariasi dari satu negara dengan negara
lain. Namum memiliki bahan
dasar yang sama. Yakni terdiri atas potongan
daging, gandum, kacang kacangan dan barley. Dagingnya ada yang menggunakan
daging domba, sapi atau ayam.
Semua
bahan dimasak dalam wajan atau panci besar yang sudah berisi air. Dimasak secara
tradisional. Masih menggunakan kayu dan kayu khusus untuk mengaduknya. Kemudian
ditambahkan bumbu dan rempah rempah pedas yang bisa dikenal dengan garam
masala.
Harus terus diaduk minimal 6 jam lamanya. Hingga adonan membentuk seperti
bubur.
Di India ada yang namanya Haleem dan
Kichra. Sebenarnya sama. Perbedaaanya, kalau haleem, ketika setengah matang, daging
diambil. Dibuang tulangnya
kemudian daging digiling hingga menjadi bubur. Kemudian dicampur lagi dalam adonan
dan dimasak lagi. Sedangkan kalau Kichra dagingnya dibiarkan utuh
sampai masak. Setelah masak, daging bakalan lunak dan lumer. Hmmm, ngiler jadinya.
Haleem dihidangkan
dengan taburan daun minth, daun
ketumbar, irisan jahe dan cabe hijau tipis tipis, jeruk nipis dan Bawang Goreng diatasnya. Haleem
bisa disantap langsung atau disajikan bersama dengan nasi dan roti Naan. Roti ala India yang dimasak
dalam oven tanah liat dengan bara arang didalamnya.
Haleem (foto diambil dari sbs.com.au) |
Selama bulan Ramadhan dan Muharram
menurut penanggalan hijriyah, haleem
disajikan secara khusus. Banyak sekali kita jumpai penjual haleem selama bulan
Ramadhan. Khususnya di India, Pakistan dan Iran.
Haleem sebenarnya berasal (populer) dari daratan arab dan
dikenal dengan nama Harisah (Harees, Hareesa). Sudah
ada sejak abad ke 10. Seorang penulis Arab bernama Arab Abu Muhammad Al-Muzaffar
bin Sayyar pernah menyusun buku masak hidangan para Raja, Khalifah, pemimpin
dan penguasa dari Baghdad. Ditemukan bahwa Harisah
dan Haleem memiliki kesamaan. Harisah masuk ke India diperkenalkan
oleh tentara Arab yang menjadi bagian dari angkatan bersenjata Nizam Hyderabad.
Salah satu propinsi di India selatan. Pada saat itu dipimpin oleh penguasa
Muslim.
Di negara kita juga ada Harisah. Saya pernah mencobanya di kota kelahiran saya sendiri, Gresik.
Biasanya dijual ketika ada bazar atau acara khusus. Dibuat dengan berbagai
macam campuran kacang kacangan dan daging kambing. Kalau di India disajikan
kayak bubur. Harisah di Indonesia lebih padat dan gurih.
Selain
berkalori tinggi, haleem diyakini
dapat menambah stamina pria. Itulah sebabnya kenapa pria muslim India kuat dan ‘kuat‘. Dah wis, kok malah ngalur ngidul.
14 $type={blogger}
Tau nyoba masak dhewe, Zulfa? Lek bawang gorenge onok pisan sing dodol nang kono? ira
ReplyDeleteAku nggak pernah gawe dewe mbak, ibu mertua. Nek bawang goreng aku bikin dewe. solae akeh masakan an India sing maem bareng bawang goreng.
DeleteBawang goreng jg favorit org india ya mba?
ReplyDeleteYa Mbak Ima, Bawang goreng jadi favourit. Nggak cuman buat taburan, tapi juga buat adonan dalam bumbu masak.
DeleteItu ada curry nya gak mba? Saya agak bergidik kalau terlalu banyak kari heuheu. Eh btw ada bawang goreng super pedas di bandung. Disana adakah?
ReplyDeleteYang ini tanpa curry Zahra, kayak bubur kacang kacangan. meski banyak rempah tapi nggak kerasa, sudah didominasi rasa kacang kacangan, gurih. Wah, ada bawang goreng super pedas? pingi coba. disini nggak ada. cuman bawang goreng biasa
Deletewah kirain bawang goreng cuma kita aja yang suka...nampak enak haleem mba...
ReplyDeletehehehe, Enak pakai banget mbak Dewi, lupakan diet kalau makan ini :)))
DeleteOh jadi istilah "GENDUT" itu lebih halus kalo mengunakan kata "Langsing Berlebih" hahaha
ReplyDeleteBuahaha Yuhuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuu
DeleteTuuuh kaaaan.. penasaran lagi ama haleem. Kalo di Ampel kan ada gule kacang ijo, yang biasa dimakan pake roti maryam. Haleem ini kayak gitu nggak ya? Eh tapi haleem gak pake santan ya, mbak?
ReplyDeleteYa, aku sering juga makan itu. pertama dibawakan kakak ipar. dia bilang rasanya kayak masakan India. akhirnya kumakan, langsung suka. tiap kali ke ampel, sore sore. Rasanya beda, kalau gule kacang ijo itu lebih mirip harisah. kalau haleem ini rasanya lebih lembut, nggak terasa tajem rempahnya, soalnya campur banyak aneka kacang kacangan.
Deletekenapa baca obyek tulisan ini berasa gak pengen cedal ya :3 #plaks
ReplyDeleteini makanan mode penggemukan deh keknya cocok dikirimin sepanci ke jogja :D
Hahaha *plakkk* wah klo butuh lemak tubuh nggak usah kawatir, ntar aku 'donor' waktu pulang :)
Delete