EMAKMBOLANG: April 2015

Hotel Snow View

Himalaya April 29, 2015

Keseruan perjalanan kami menuju Manali memang terkesan ‘gila’. Justru dari kegilaan Running like a crazy to Manali, kami belajar menghargai kebaikan seseorang dan Kejujuran. Setelah semalaman menempuh perjalanan dari Dharamsala. Kami sampai di Manali ketika Sang Surya menyapa. Memang, dalam perjalanan Jelajah Himalaya ini sebagian malam kami habiskan dalam perjalanan. Pagi pagi sekali atau ketika malam bersiap dalam peraduan kami baru sampai dikota tujuan. Selain hemat biaya karena tidak perlu menyewa hotel. Juga menghemat waktu. Biar nggak capek, kita bikin Jeda. Semalam dalam perjalanan. Dan malam berikutnya kami tidur di hotel.

Memasuki kota Manali yang dijuluki lembah dewa, udara dingin mencubit kulit. Padahal kami datang dimusim panas. Kabut tebal menyelimuti kota Manali. Rimbun pepohonan berserak Hotel dan Villa bertengger di perbukitan. Dibawahnya mengalir Sungai Vyas. Sungai yang dikenal dengan nama Beas River ini memang menjadi teman perjalanan memanjakan mata. Tak hanya deras dengan serak bebatuan alami. Sungainya yang jernih bak Kristal ini berasal dari Glacier es pegunungan Himalaya.

Berbeda dengan kota kota sebelumnya. Jauh hari kami sudah memesan hotel secara online. Di Manali kami hanya menyimpan sebuah nama hotel dengan harga yang bersahabat, tanpa booking. Sampai di terminal yang berada di kawasan The Mall. Kami menghangatkan diri dengan menyruput chai (teh) hangat. Saya dan beberapa teman mencari hotel tersebut dan sebagian mencari informasi hotel disekitaran kawasan The Mall. Membawa brosur dari hotel berbintang yang berada di Jalanan Utama.

Hampir semua hotel berbudget menawarkan harga yang sama yakni antara 2500 sampai 3000 Rupees/ Kamar. Atau sekitar Rp. 500.000- Rp. 600.000. Tidak ada wifi. Tak ada TV. Sekamar hanya boleh dipakai oleh 2 orang, sedangkan kami berlima. Harga tersebut terbilang menguras kantong bagi kami yang ber-budget pas pas an. Kebanyakan hotel disini sudah full book. Karena di musim Panas, selain Kashmir, Manali menjadi tempat wisata favourit di India.

View Kamar, sekat pintu, kamar mandi dan view depan hotel Snow View

Setelah mengobrol dan membandingkan hotel satu dengan yang lainnya. Pilihan kami jatuh di Hotel Snow View. Satu satunya hotel berbintang yang kami tempati selama Jelajah Himalaya. Hotel bintang 3 yang berada di jalanan utama kawasan The Mall. Untuk Family Room dibandrol dengan harga 4500 atau sekitar Rp. 900.000. Terdiri atas dua kamar besar. Masing masing memiliki TV di kamar. Wifi kenceng 24 jam. Air hangat mengalir 20 Jam. Tengah malam jam 11 hinga 4 Dini hari air panas dimatikan.

Sebenarnya untuk family room tidak diizinkan digunakan oleh 5 orang dewasa. Maksimal 4 orang saja. Demi persahabatan dan menghemat uang, Saya rela “menggoyang lidah menari India” sesekali nampang muka (sok) cakep serta melempar kedipan mata (maut) sama resepsionis yang beretnis Nepal. Syukurlah, beliau “tergoda” dan mengizinkan kami berlima dalam family room.

Saya dan kakak Rani pemilik blog kece Travel Scape Engineer Tinggal Sekamar. Sedangkan kaum Adam yakni Ferry, Lamda dan Wilson keruntelan bertiga. Kamar satu dengan lainnya terdapat skat kayu dan pintu. Kamar mandi super gede dan bersih. Tersedia sabun dan shampoo dengan aroma daun dan kayu khas Himalaya.

View hotel kami menghadap kearah kawasan The Mall. Dimalam hari kawasan ini mirip dengan Shibuya di Jepang. Rame banget. Untuk menuju kawasan wisata seperti Manali Park, Tibet Monastry serta pasar Tibet, kami cukup berjalan kaki. Sepanjang jalan banyak penjual Strawberry dan Cherry dengan harga murah meriah. Sekilo cuman 100 Rupees (Rp. 25.000) Manis dan seger. Dimakan Sambil jalan jalan dan leyeh leyeh cantik di Manali Park yang berdekatan dengan Hotel Snow View.

Hotel Snow View juga menyedikan paket perjalanan menuju Wisata Utama di Manali Yakni kawasan Old manali yang berada 3 KM dari kawasan The Mall. Bermain ski di Solang Valley. Menjejakkan kaki di Rohtang Pas. Jalanan Tertinggi yang menghubungkan Leh Ladakh dan Manali. Juga sederet lembah di kaki Himalaya serta spot permainan arum jeram di Beas River.

Kawasan The Mall Manali yang berada di Depan hotel Snow View

Yang bikin keren, Mereka punya Roof Top dengan view baris perbukitan sambung menyambung di Kaki Himalaya. Dimalam hari menawarkan Star Gazing. Sayang, kami melewatkan momen bersama di Roof Top. Karena sejak pagi hingga sore kami bermain di solang Valley. Hari Berikutnya, menaklukkan ganasnya pegunungan Himalaya di Marhi. Sampai di Hotel kami mandi dan melanjutkan makan malam di Shibuya Van Manali (Kawasan Mall).

Hotel yang dibangun pada tahun 1937 ini merupakan hotel yang pertama kali dibangun di Manali. Kemudian diubah menjadi hotel modern dengan nuansa homie dengan 45 kamar. Jika tertarik untuk menikmati pelayan di Hotel Snow View kamu bisa memesan melalui web penyedia layanan Booking hotel Online atau lihat website Hotel Snow View.

Alamat Hotel Snow View :

Berjarak 30 meter saja Dari terminal Manali (Kawasan The Mall)

General Manager
Hotel Snow View

The Mall, Manali, Distt. – Kullu, Pin -175131 (H.P.)
Telephone : 01902-252684, 253084, 253884
Fax : 01902-252764

Mobile : 09418139881, 09816188149
E-Mail : hotelsnowview@gmail.com ,

Web : www.hotelsnowviewmanali.com

Share |

Hotel Murah di Dharamsala dengan Panorama Luar Biasa.

Dharamsala April 27, 2015

Setelah tersesat di Pathankot dan jungkir balik nahan mencret dalam bis HPTC (Himachal Prades transportation corporation). Akhir kami sampai di Dharamsala ketika mentari mencium sang bumi dengan sinarnya yang hangat. Sang surya bersinar kuning bersemu orange menyembul dari balik pegunungan bertudung salju. Sungai yang berasal dari lelehan glaier es memancar bening bak Kristal menemani sepanjang perjalanan.

Dharamsala berada di Distrik Kangra, Propinsi Himachal Pradesh, India. Sampai di terminal, saya bergegas mencari toilet. Maklum, si perut tak tertahankan lagi. Selanjutya dengan menggunakan taksi berbiaya 250 Rupees (Rp. 50.000) kami bergegas menuju kawasan Mcleodganj. Biasa dikenal sebagai Dharamsala bagian atas. Karena letaknya yang berada di atas bukit.

Mcleodganj ini merupakan pusat pertokoan, restoran dan hotel di Dharamsala. Termasuk Hotel Mount View yang kami tempati selama menjelajah Dharamsala. Letaknya strategis. Berdekatan dengan semua tujuan wisata. Cukup berjalan kaki saja.

Mcleodganj merupakan tempat tinggal Biksu Dalai lama dan pengikutnya yang tinggal dalam pengasingan. Berada disini seolah berada Tibet. Makanan, orang, monastery, budaya semua bernuansa Tibet. Karenanya Dharamsala dijuluki Little Tibet.

Hotel Mount View sebelumnya telah kami pesan melalui web pemesanan Hotel. Salah satu hotel budget dengan panorama luar biasa. Setiap kamar memiliki kamar mandi dalam, air panas mengalir 24 jam, Wi-fi dan juga TV. Tak perlu AC. Kami datang dipuncak musim panas. Ketika belahan Bumi Hindustani panasnya bagai ruangan beroven, Justru Dharamsala menawarkan hawa sejuk. Dizaman penjajahan Inggris, Dharamsala dijadikan ibukota musim panas.

Yang menjadikan hotel ini begitu special adalah view yang ditawarkan. Setiap kamar memiliki Balkoni. Menghadap ke baris pegunungan Dauladhar. Bagian dari pegunungan Himalaya. Nampak perbukitan berselimut pepohonan cedar menjulang. Bertengger rumah, villa dan hotel. Bendera Doa warna warni khas Tibet menjulur dari satu bukit ke bukit lainnya. Dari balik perbukitan menyembul ujung pegunungan berselimut salju. Sempurna dalam naungan langit biru berserak awan putih.

Hotel yang memiliki puluhan kamar ini memiliki Roop top dengan panorama cakep parah. Disinilah kita bisa menikmati Sunrise yang muncul dari lekuk perbukitan. Mengingkatkan saya akan sebuah lukisan yang sering saya gambar ketika masih kecil dulu.

Tak cukup disitu saja. Dimalam hari Roof top ini menawarkan star Gazing. Serakan bintang bagai sebuah noktah berlian membungkus langit tanpa halangan apapun. Kita bisa menikmati sarapan pagi berteman sunrise. Atau makan malam berteman dengan taburan bintang. Romantis!

Roof Top hotel Mount View

Narsis di Roof Top

Cium Jauh sang Himalaya yang Cakep

Restoran berada di lantai dasar. Menawarkan menu vegetarian yang pas di lidah. Masakan lokal khas Dharamsala, India dan juga China. Tak seperti hotel lainnya yang mematok harga makanan selangit. Harga makanan disini pas dengan kantong backpacker. Apalagi Koper. Selama tinggal disini, kami memilih pesan makanan di restoran ketimbang beli diluar. Menu kesukaan saya cheese Chowmein. Yakni mie goreng dicampur dengan sayur dengan lelehan keju diatasnya. Yummy!

Cheese Chowmein

Harus sabar menunggu makanan disini. Kenapa? Karena semua dihidangkan fresh. Setelah memesan baru mereka memasak. Jadi bukan “simpanan” di kulkas. Dapur memasak juga tak jauh dari ruang makan. Bersebelahan. Menawarkan nuansa Homie.

Hotel ini juga menawarkan guide untuk tracking dan juga pemesanan bus untuk tujuan kami selanjutnya. Yang membuat saya terharu. Ketika mengetahui saya seorang muslim dari jilbab yang saya kenakan. Mereka menunjukkan arah Kiblat untuk menunaikan shalat. Sebagian besar staff, chef dan resepsionis seorang beragama Islam.

Hotel Ber-budget yang menjadi rekomendasi Lonely Planet ini bisa kita nikmati dengan harga 1.000 Rupees/ kamar atau sekitar Rp. 250.000 saja. Mahal? Tidak!. Satu kamar ditempati dua orang. Share cost hanya Rp. 100.000 saja.

Berikut beberapa View yang sempat saya abadikan dalam kamera saya. Sebenarnya saya sempat mengambil foto dalam kamar mandi. Karena luas sekali dan bersih. Tapi, ternyata dalam jepretan kamera ada pakaian dalam saya yang menggantung. Maaf, it’s a secreat! Malu Ah!. Untuk melihat detail ruangan dan kamar mandi bisa lihat langsung di web Hotel Mount View.

Deretan Hotel Mount View

Pucuk Himalaya yang Lancip dan Misterius terlihat dari Hotel

Bendera Doa khasTibet Menjulur di ketinggian

Mcleodganj juga dikenal sebagai kota Perbukitan

Alamat Hotel Mount View

Address: Jogiwara Rd, McLeod Ganj,

Himachal Pradesh 176219

Phone:098162 61717

Share |

Tersesat di Pathankot

Dharamsala April 26, 2015

Diantara mimpi berdansa dengan Brad (kece) Pitt diselingi tarian dibawah pohon bersama Amir Khan. Terdengar suara lantang “Pathankot Pathankot” berulang ulang. Lampu bus dinyalakan. Sadar, ternyata saya harus terbangun dari mimpi. Dibawah alam setengah sadar, mata 10 watt serta derasnya liur mengalir dari sudut bibir. Saya segera membangunkan teman teman. Kami bergegas memanggul ransel dan loncat dari bus.

Mata yang tadinya 10 watt berubah menjadi tegangan 1000 watt yang membuat bola mata melotot keluar. Kami diturunkan diatas sebuah jembatan layang. Tak nampak nadi kehidupan. Jauh mata ini memandang hanya kegelapan menghadang. Hanya bintik bintik noktah rumah penduduk yang nampak jauh. Begitu sepi, yang terdengar hanyalah lolongan anjing malam memanggil sang penguasa kegelapan.

Pathankot adalah sebuah kota yang masuk dalam wilayah Punjab, India. Menurut agama Sikh, diyakini bahwa Pathankot didirikan oleh Guru Sikh pertama mereka bernama Guru nanak Dev Ji. Nama Pathankot berasal dari Pathania Rajput yang merupakan Raja Nurpur.

Pathankot adalah titik pertemuan dari tiga propinsi di Utara India. Yakni Propinsi Punjab , Himachal Pradesh dan Jammu dan Kashmir. Karena lokasi yang ideal, Pathankot berfungsi sebagai hub perjalanan untuk tiga propinsi tersebut. Pathankot adalah kota terpadat kesembilan di negara bagian Punjab. Pathankot adalah kota terakhir di Punjab di jalan raya nasional menuju Jammu dan Kashmir. Terletak di kaki bukit Kangra dan Dalhousie. Kota ini sering digunakan sebagai transit sebelum menuju ke pegunungan Jammu dan Kashmir , Dalhousie , Chamba , dan Kangra , jauh ke Himalaya .

Suasana terminal Jammu di malam Hari

Waktu menunjukkan pukul 3 dini hari. 2 Jam berlalu sejak kami berangkat dari terminal Jammu. Dan 12 Jam perjalanan dari kota Srinagar, Kashmir. Tujuan kami selanjutnya kota tempat tinggal Biksu Dalai Lama dalam pengasingan, Dharamsala.

Wajah terminal Jammu yang kumuh diselimuti aroma urine tak asing lagi dimata dan dihidung saya. Sebelum berangkat menuju Kashmir saya berkenalan dengan terminal ini. Gelandangan yang sama terlelap diantara tumpukan sampah. Keluarga dengan tumpukan barang tidur beralaskan kain seadanya. Jajaran bus tak bertuan terdiam membisu.

Saya bersama teman teman menyebar berjalan kesana kemari mencari info bus yang ada. Karena loket penjualan bus didalam terminal sudah tutup. Masuk kedalam terminal dan keluar lagi. Tetap cuek diantara banyaknya calo yang membuntuti kami dan menawarkan transportasi.

Saya datang ke sebuah loket diluar terminal. Didalamnya ada si bapak bertubuh tambun dengan perut buncit dan kumis. Menanyakan kepada beliau alternatif menuju Dharamsala. Si bapak menjelaskan kami harus transit terlebih dahulu di Pathankot. Dari sana ada bus langsung menuju Dharamsala.

Seperti biasa, saya bertanya tentang harga. Sebelumnya, saya dan teman teman sudah menggegam informasi mengenai estimasi harga. Beliau menjawab sekitar 110 Rupees (30.000 Rupiah). Kemudian beliau memanggil salah satu “calo” bus yang lebih mirip penyanyi rap Eminem Van Kashmir. Mengenakan kaos oblong oblong merah berpadu dengan skinny jeans hitam. Lebih cocok jadi “Calon” menantu ketimbang “calo” bus J.

Eminem meminta harga 120 Rupees dan bus langsung berangkat. Saya melihat kondisi bus terlebih dahulu. Nyaman berselimut AC. Kami semua setuju. Sebenarnya saya ingin nego sampai membusa. Tapi pantat ini terlalu panas setelah duduk selama 12 jam dalam mobil MPV, kurang tidur dan capek.

Suasana Bus Malam India, ada tempat tidurnya (sleeper)

Dia menjelaskan bahwa bus tidak berhenti di terminal. Tapi disebuah tepi jalan raya yang tak jauh dari terminal. Cukup membayar 10 Rupees/Orang dengan autorikshaw (bajaj). Dan, karena “tergoda” tampang cakep Eminem lah saat ini kami berdiri di tengah kegelapan malam negeri antah berantah, kota Pathankot, India.

Dibawah jembatan terlihat sebuah jalan raya dan sebuah toko dipinggir jalan. Kami melompat pagar. Menyusuri rerumputan kering dengan jalanan setapak berlapis batu kerikil. Tak ada rasa takut, kami justru mentertawakan nasib kami. Nasib sial untuk kesekian kalinya yang justru membuat kami tertawa terpingkal pingkal. Tak menyerah dan semangat menjelajah Himayala dan menikmati “Roller Coaster” India.

Didepan emperan toko kami duduk (ndeprok lebih tepatnya) bersandar Ransel. Tak nampak kendaraan lewat sama sekali. Kami hanya bercanda dengan sejuta “sumpah serapah” untuk Si Eminem dan Pak Kumis. Sementara si Jerome sibuk utak atik gadgetnya. Buka peta GPS di hapenya. Benar, terminal Pathankot berjarak sekitar 1,5 KM.

Tak lama kemudian, terdengar suara autorikshaw. hati ini mendadak Happy.

“Kaha?” teriak si bapak dari dalam auto dengan deru mesin yang masih menyala

“Terminal, Kitna ?”

“500 Rupees”

“Kya (apa)” mata saya yang lebar semakin melotot dengan suara lantang.

“300 Rupees”

“Nahi, Sukriyah (tidak, terima kasih) ” Jawab saya kecewa dan ogah ngeladeni.

Autorikshaw pergi berlalu. Bagi saya harga itu masih mahal. Eminem bilang 10 Rupees/orang (2.000 rupiah). Untuk kami berenam, harusnya cuman 60 Rupees. Jaraknya juga tidak terlalu jauh.Tapi saya juga kawatir. Karena malam hari, susah mendapatkan auto. Terdengar autorikshaw lagi. Kletek kletek ubruk ubruk derotot tot tot. Oh, ternyata si Auto tadiJ.

“200 Rupees, OK?”

“Nahi, expensive bhaya” saya tak lagi nampang muka jutek, tapi melas dan kesel.

“Acha,100 Rupees” Saya setuju, toh malam hari charge auto lebih mahal ketimbang siang hari. Saya kemudian bertanya kepada teman teman, apakah teman teman setuju? setuju!. Sebelum masuk kedalam auto. Saya teringat satu hal, jangan sampai kena palak!

“Bhaya, ek minute. 100 Rupees, ek or sabse (Sebentar Pak, itu 100 Rupees untuk satu orang atau kami semua ?) tanya saya sambil menebar senyuman beracun.

“Sabse” Jawabnya.

kami bergegas masuk dan uyel uyelan didalam auto. Akhirnya kami sampai diterminal Pathankot, masih sepi. Bahkan bus menuju Dharamsala belum sampai juga. Diterminal kami bertemu traveller bule dengan tujuan yang sama. Kesialan saya belum selesai. Bahkan bertambah parah. Ada apa? Baca DISINI.

Nemu Autorikshaw Zaman Jadul di Terminal Pathankot

Alhamdullilah Sampai Juga di Terminal Pathankot

Share |

Menikmati Musim Semi di Taman Lodi

Delhi April 25, 2015

Musim Semi dicinta manusia sejagat raya. Tak hanya menawarkan hawa sejuk. Bunga bunga bermekaran dimuka bumi. Seperti bunga Sakura di Jepang hingga bunga Tulip di Belanda. Di New Delhi, tempat tinggal saya saat ini, juga tak kalah menarik kala musim semi tiba. Bunga bunga ditaman dan sepanjang dijalan bermekaran. Salah satu taman yang menghadirkan nuansa ‘Surga bunga’ adalah Taman Lodi lebih dikenal versi inggrisnya Lodi Garden.

Taman yang dahulunya bernama Willington park ini memiliki kombinasi sempurna. Yakni mengayomi ratusan varietas bunga dan juga menyimpan sederet peninggalan bersejarah sejak abad ke 14 yang menjadi Jejak peradaban Islam di India. Konon, taman ini menyimpan 200 varietas bunga mawar.

Dahulu, 11 tahun yang lalu ketika pertama kali datang ke taman Lodi. Pipi saya bersemu merah. Shock parah dengan ‘pemandangan‘ yang ada. Taman yang menyimpan Jejak kesultanan Islam di Delhi ini justru terkenal sebagai taman mesum. Gimana tidak. Banyak pemuda bercumbu rayu. Tak pakai malu malu. Mulai adu mulut sampai tangan menelusup menjejaki lekuk pegunungan kembar penuh nafsu. Dan entah kemana tangan yang satunya ‘bersembunyi‘. *plak*.

Nah, beberapa tahun kemudian pemerintah India mulai gencar menjaga kelestarian bangunan bersejarah, termasuk taman Lodi. Saya datang kesini lagi ‘honeymoon‘ dengan suami. Si kecil lagi disekolah. Khawatir kalau masih ada ‘adegan‘ berbahaya.

Masuk kedalam taman kami disambut bahagia jajaran pohon menjulang dan rindang. Serasa memasuki hutan, asri. Kami berjalan perlahan sesekali menghirup nafas panjang menikmati segarnya udara. Terlihat beberapa orang menikmati olah raga jalan sehat dan Jogging. Sementara para Manula sedang asyik ngobrol.

Taman Lodi berada di kawasan Chanakyapuri. Markas besar duta besar seluruh dunia di India. Karena dekat dengan tempat tinggal para duta besar dan staff, taman Lodi ini menjadi tempat bersantai para expatriat yang tinggal di Delhi. Sekedar membaca buku diatas rumput menikmati pancaran sinar matahari yang hangat. Olah raga yoga, duduk bersila diatas Matras Yoga. Memejamkan mata sesekali melakukan gerakan yang luwes. Keluarga dan teman berkumpul untuk berpiknik, membawa keranjang makanan dan bermain main.

Tak hanya menyimpan varietas bunga. Juga berbagai jenis pohon dan tanaman. Dipercantik dengan danau yang lebar dan air mancur. Selain Jogging track disediakan pula beberapa kursi panjang nan cantik terbuat dari kayu, besi dan batu. Jangan kawatir tersesat, setiap persimpangan track jogging disediakan petunjuk arah.

Petiunjuk Arah di persimpangan dalam taman

Bada Gumbad

Berjalan lurus dari pintu masuk terbentang Bada Gumbad (kubah besar) berada di persimpangan. Dipenuhi dengan berbagai macam jenis bunga dan warna. Kami berhenti sejenak memperhatikan bunga matahari warna kuning, putih dan merah sebagian lainnya warna merah muda. Didepannya bergerombol bunga yang mirip dengan bunga lavender dengan warna ungu dan putih.

Bada Gumbad bentuknya mirip dengan Masjid dengan ketinggian sekitar 27 meter dan memiliki kubah cantik. Dan yang kami lihat ini adalah bagian belakangnya. Bagian depan berada disisi lainnya. Kalau kamu pingin joget India ditaman bunga dengan latar belakang bangunan tua, disinilah tempatnya.

Sebelum memasuki Bada Gumbad kami terlebih dahulu menuju ke arah kanan. Ada taman bunga warna merah dan berdiri sebuah menara tua dilengkapi dengan jendela unik dilantai dua. Turret atau menara kecil memiliki ketinggian 8,5 meter dengan dinding setebal 50 cm.

Balik ke Baba Gumbad. Menyusuri sisi samping Bada Gumbad, aneka bunga bergerombol berbentuk melingkar. Salah satunya adalah bunga Nasturtium (Tropaeolum Majus), di India baik biji digunakan dalam masakan, bunga dan daunnya digunakan sebagai salad. Bunga cosmos beraneka warna dihinggapi puluhan kupu kupu cantik. Kami melihat dua wanita duduk diatas rumput beralaskan kain sibuk melukis pemandang.

Sisi depan Bada Gumbad yang dbangun pada abad ke 14 nampak lebih besar dan unik. Disebelah kiri dan kanannya terdapat Mihman-Khana dan Masjid. Keduanya saling berhadapan menyatu dengan Bada Gumbad.

Menaiki 8 buah anak tangga saya menuju Mihman-khana. Berfungsi sebagai guest house untuk para peziarah. Masjid Bada Gumbad memiliki 5 pintu masuk. Panjang dan lebar Masjid sama dengan Mihman-Khana.

Dua expatriat olah raga Yoga didepan Bada Gumbad

Sheesh Gumbab

Berada di depan area Bara Gumbad terdapat Sheesh Gumbad. Dibangun pada abad ke 14 dibawah kekuasaan Dinasty Lodi. Berbentuk kotak persegi dilengkapi dengan kubah besar diatapnya, mirip dengan Bara Gumbad.

Perbedaanya terletak pada ornamen bangunan. Bagian atasnya dihiasi dengan jajaran batu berbentuk persegi dan dikelilingi dengan keramik kecil kecil warna biru nampak seperti kaca (shees bahasa urdu yang berarti kaca). Arsitektur bangunan berbentuk asimetris, dilihat dari sisi depan, belakang, kanan dan kiri bangunan nampak sama.

Memasuki Shees Gumbad terhampar tujuh batu nisan. Tidak tertulis informasi tentang makam siapa saja yang berada di dalamnya. Ditembok ruangan terdapat ornamen cantik berupa bunga dan ayat Al-Quran. Disebelah baratnya terdapat Mihrab.

Shees Gumbad

Masjid dan Tomb of Sikandar Lodi

Meninggalkan Shees Gumbad, sepanjang sisi jalan dipenuhi beberapa bunga perdu yang sedang bermekaran dan beberapa jenis herbal. Seperti Dahlberg daisy atau biasa dikenal dengan nama Shooting start warna kuning. Silih berganti dengan bunga moss verbana (Glandularia pulchella) warna ungu, Candytuft (Iberis amara) warna putih, Californi Poppy (Eschcholzia california) dan masih banyak varietas bunga lainnya.Terlihat pepohonan tanpa daun dan disetiap rantingnya dipenuhi dengan bunga warna kuning, mirip dengan bunga sakura.

Melintas jembatan diatas danau yang dikelilingi rerimbunan pohon. Terbentang tembok batu pertahanan setinggi 3,5 meter. Berbentuk persegi membentang sepanjang 76 meter. Masuk kedalamnya saya disambut beberapa anak tangga.

Sesampainya diatas,disebelah kanan terdapat 2 Chattris atau pavilion dan disebelah kiri pintu masuk menuju makam Sikandar Lodi. Nama jalan dan taman diambil dari nama Beliau. Terlahir dengan nama Nizam Khan, beliau adalah generasi kedua Dinasty Lodi. Menjadi Sultan di Delhi pada tahun 1489 hingga 1517.

Tembok yang mengelilingi Makam Sikandar Lodi

Deretan Pilar Makam Sikandar Lod

Muhammad Shah Sayyid’s Tomb

Makam Muhammad Shah Sayyid yang berbentuk octagonal ini bisa kita lihat dari jalan raya. Beberapa pohon rindang yang kami lalui nampak tupai kecil dan lucu saling berkejaran. Diantara taman bunga dihiasi air mancur terbuat dari tumpukan batu didesign artistik mirip orang yang sedang duduk dengan menyanggah lempengan batu.

Nuansa taman berganti dengan jajaran pohon palem yang menjulang tinggi. Pohon palem tertata rapi membentuk sebuah kotak persegi mengelilingi makam Muhammad Shah Sayyid. Beliau adalah seorang Sultan berasal dari dinasti Sayyid yang berkuasa mulai tahun 1414 hingga 1451.

Muhammad Sayyid Shah's Tomb

Ada pemandangan tak biasa di depan Shah Sayyid’s tomb. Terdengar suara gendang bertalu talu. Kami melihat dua bule sedang melakukan ritual keagamaan. Si Perempuan menari menari dengan gemulai. Seolah terbawa ke alam lain. Sementara sang lelaki yang hanya mengenakan celana boxer menabuh gendang berjalan mengelilinginya. Entah apa ritual keagamaan apa yang sedang mereka lakukan. Hingga menjadi tontonan para pengunjung.

Taman Lodi sangat berbeda kondisinya. Selain banyak dikunjungi wisatawan asing. Juga lebih terawat. Bunga tertata rapi. Beberapa petugas keamanan berjalan melintasi jalanan setapak. ‘Mengganggu‘ beberapa pemuda yang sedang asyik adegan adu mulut.

Setelah menikmati Lodi garden. Kami lanjutkan berjalan jalan menuju Safdarjung’s Tombs. Bangunan Peninggalan Terakhir Kaisar Mughal. Letaknya berdekatan. Hanya lima menit saja berjalan dari Lodi garden.

Lodi Garden menjadi oase hijau diantara kepadatan dan keramain kota Delhi. Menikmati setiap langkah dan hembusan nafas diantara mekarnya bunga membawa musim semi dalam kehidupan sehari hari.

Turret

Salah satu sudut taman dengan hamparan bunga

Jalan setapak untuk jalan kaki atau jogging

Share |

Pages

Hotel Snow View

Hotel Murah di Dharamsala dengan Panorama Luar Biasa.

Tersesat di Pathankot

Menikmati Musim Semi di Taman Lodi

About Me

Follow Me

Thank You For My Readers

My Travel Video Channel

Put Your Ads Here

Popular Post

Blog Archive

Follow Twitter

Follow Instagram