Potret negeri jadul ialah ungkapan yang pas
mengambarkan Negara India. Tak hanya mengajak para wisatawan menembus mesin
waktu menelisik peradaban tua. Dan juga lelaki India yang masih setia dengan
baju komprang ala penyanyi Arafik. Di Negeri semilyar penduduk ini masih bayak
kita jumpai sederet pekerjaan penyedia jasa yang hampir punah di negara
kita Indonesia dan mungkin di dunia.
Gerak
kehidupan di India bagaikan sebuah bola bumi. Sebagian di tarik ke kutub utara dan selatan. Sebagian
ditarik keangkasa dan sebagian ‘dipaksa‘ lengket dengan tanah. Bayangkan, di
negeri yang mencetak ahli IT (information technology) terbaik di dunia ini, yang notabene mengandalakan
teknologi untuk masa depan. Masih ada penyedia jasa setrika baju keliling
dengan menggunakan setrika arang.
Entah kapan terakhir kalinya emak melihat setrika
arang di Indonesia. Jika ingin mensetrika baju, harus membakar arang dan
dimasukkan kedalam setrika besi yang berat dan tebal. Dengan pegangan terbuat dari kayu yang tebal
juga. Didiamkan diatas daun pisang agar tidak terlalu panas. Jika terlalu
panas, membuat baju lubang. Dan tentu saja, menyerap bau khas arang dalam
pakaian.
Jasa setrika baju di India ini dapat dengan mudah kita
temukan di jalanan. Mereka biasa disebut Dhobi
Wallah. Sebenarnya Dhobi Wallah ini tukang cuci baju dan sekaligus setrika baju. Dhobi Wallah perkerjaan yang dilakukan oleh penduduk India dari kasta paling rendah, Dalit.
(Baca : Sistem Kasta di Negeri Mahabharata)
Mereka mendorong gerobak layaknya pedagang kaki lima penjual makanan. Biasanya, diatas gerobok tertumpuk beberapa baju dan setrika jumbo zaman jadul. Setrika yang dipanaskan dengan arang kayu atau batu bara. Tentu saja, menggunakan batu bara yang berkualitas rendah.
(Baca : Sistem Kasta di Negeri Mahabharata)
Mereka mendorong gerobak layaknya pedagang kaki lima penjual makanan. Biasanya, diatas gerobok tertumpuk beberapa baju dan setrika jumbo zaman jadul. Setrika yang dipanaskan dengan arang kayu atau batu bara. Tentu saja, menggunakan batu bara yang berkualitas rendah.
Biasanya tukang setrika mempunyai langganan. Mereka
akan mendatangi tempat tinggal pelangganya. Sekaligus berteriak untuk menawarkan
jasa di sepanjang jalan. Sang pelanggan
membawa baju. Dan seketika itu juga dia mensetrika baju satu per satu diatas gerobak
sekaligus meja setrika. Dengan berdiri dan cekatan, mereka melipat baju
layaknya seorang profesional.
Mereka biasanya mencari tempat agak teduh untuk
melakukan perkerjaanya. Maski teduh dan terhalang sinar matahari. Tapi sengat
sang mentari masih terasa menyusup kedalam pori pori. Bulir bulir peluh, berat
dan panasnya setrika seolah menjadi kawan penyambung nyawa. Setumpuk pakaian
sekitar 3 Kg dihargai Rp. 2000 s/d 5000 saja.
Tukang jasa setrika tak hanya menjadi pekerjaan
pribadi tapi juga Industri. Beberapa pengusaha jasa setrika bekerjasama dengan
perusahaan garmen. Atau bekerja sama
dengan toko binatu (laundry). Sari dan
kemeja yang masih diciprati tepung agar nampak ngejengkang, lipatan yang lurus semua
hasil dari kerja mereka.
Di India biaya listrik sangat mahal. Itulah mengapa
industri dan rumah tangga memilih menggunakan jasa setrika ini. Tak usah
mengeluarkan tenaga dan membayar listrik. Sebuah hubungan simbiosis mutualisme.
Saat
ini harga batu bara yang melambung tinggi menjadi topik panas di India. Tentu saja hal ini akan berimbas pada penghasilan
tukang jasa setrika yang tak seberapa. Emak teringat Ucapan seorang
Filosopi ternama Max Muller tentang India :
“If I were asked under what sky the human mind
has most full developed some of its choicest gifts, has most deeply pondered on
the greatest problems of life, and has found solutions of some of them which
well deserve the attention even of those who have studied Plato and Kant – I
should point to India”
Diantara kompleknya kehidupan, India tak pernah gagal menyajikan
sejuta cerita.