Memory of Kanpur City
December 19, 2014
Sungai
Gangga, sepeda ontel, suara tapak kuda
dan Industri.
Entah mimpi apa yang membawa
emak mencicip kehidupan kota Kanpur. Kota yang notabene lebih kecil dan ‘ndeso’ dibandingkan dengan kota Delhi.
Dimana emak tinggal selama di India. Kanpur berada di propinsi Uttar Pradesh
India. Satu wilayah dengan kota Agra, tempat Taj Mahal menebar pesona. Dahulu dikenal dengan nama Cawnpore. Ialah kota industri terbesar kedua
di India. Gejolak Industri ini dimulai sejak zaman penjajahan Inggris dan berjuluk
"Manchester
of the East".
Tak ayal,
emak bertetangga dengan pabrik. Disebelah kanan depo Pespi Cola. Pagi siang
malam, terdengar suara truk keluar masuk. Ditambah nyayian botol menjejaki
krat. Didepan pepsi cola, sederet industri yang bersinggungan dengan besi. Nah,
nih pabrik so religius. Pagi sebelum
kerja, mereka memulainya dengan berdoa. Dupa berasap menyala ditambah nyayian
pujian pujian buat sang Dewa Dewi. Diiringi
alunan musik tradisional. Hal yang sama ketika selesai bekerja. Alunan lagu
terdengar mirip kayak lagu di film Bollywood. Jadilah pagi dan sore hari, Si
kecil dengan lucunya joget joget ala India. Kadang emak ikut juga J
*sodorintiang*.
Disebelah
kiri, pabrik pembuatan tapal kuda yang di ekport ke mancanegara. Didepannya
pabrik pembuatan onderdil sepeda motor. Tak tok tak tok, tang ting ting, Tweng tweng
ditambah lagi dengan seringnya lampu mati. Suara generator bertautan bak alunan
lagu tanpa tangga nada. Jadi saat lampu mati, emak hanya bisa berteman dengan “lagu”
generator dari segala arah.
Kota Kanpur
berada ditepian sungai Gangga. Sungai suci yang menjadi pusat peribadatan umat
agama Hindu di India. Nah, hampir setiap festival, entah sekedar mandi “bersih” atau larung
sesaji terpusat di sungai Gangga. Sungai
berwarna coklat dengan arus yang deras dipenuhi oleh penduduk sekitar. What
next? macet. Kota Kanpur juga menjadi tipical
wajah kota di India, Sapi dan kerbau ikut meramaikan jalanan. Sering ketika
emak berbelanja atau beli makanan, tiba tiba dikecup sayang sama sapi. Kalau
sapi warna putih atau coklat its ok.
Emak ngak takut takut amat lah. Laaa klo kerbau hitam, jumbo? hadew ... yang
ada emak cuman lari kebirit birit.
Sisa Sesaji di sepanjang Sungai Gangga |
Emak paling
suka sama kebiasaan penduduk setempat, bersepeda ontel. Sepedanya berbentuk
sepeda kuno. Kalo di Indonesia sepeda zaman perang. Entah tua, muda, rata rata
pakai sepeda dengan model yang sama. Bersepeda, bercengkrama memenuhi badan
jalan. Tak ayal, kadang bikin naik pitam si pengendara bensin. Dokar, Gerobak
semua masih dipergunakan sebagai alat transportasi. Hal ini juga menjadi potret
India negeri Jadul. Meski memiliki Industri yang maju, hal hal yang kuno masih
dipertahankan dalam kehidupan sehari hari.
Dokar sebagai alat transportasi dan pengangkut Barang |
Penjual Susu |
Makanan?
wih bikin emak usap keringet. Masakan India nih berasa jamu dilidah orang
Indonesia. Tapi lidah emak udah biasa dengan rasa masakan “Jamu” India. Bikin
badan emak tambah montok alias bulat tak berbentuk #gagaldiet. Nah, entah
kenapa masakan Kanpur tuh rasanya kayak Jamu dicampur ama bahan Kimia
*kecapkecap*. Bumbunya juga lebih tajam. Jadilah selama tinggal di Kanpur, emak
memilih masak sendiri meskipun nggak mahir masak (terpaksa.com). Alhamdullilah,
banyak Muslim di kota ini. KFC dan Pizza Hut dijual halal. Emak dan si kecil
sering nongkrong Z Square Mall buat makan dikedua restoran tersebut. Bawa sebaskom Fried Chicken yang rasanya universal.
#gagaldiet lagi J
Z Square Mall, satu satunya mall di kota Kanpur |
Si Kecil Breakfast di Middle Birth Kereta India |
Melewati
berbagai stasiun dan mengintip kehidupan pagi penduduk sekitar stasiun. Nuansa inilah yang menjadi wajah kemiskinan negeri semilyar penduduk. Ratusan juta
penduduk hidup dibawah garis kemiskinan. Tanpa akses toilet. Dipagi hari,
ritual membawa air dalam botol air mineral dan “bertoilet” disepanjang rel
kereta api. Deretan segunduk kulit "mulus" tak berpenutup entah pria maupun wanita,
seolah biasa saja tanpa malu. Meninggalkan jejak “gunung panas” atau “lelehan
lahar kuning” beraroma “alami” menambah kesuburan tanah disepanjang rel kereta
api.
Padahal
Kanpur adalah Industri terbesar kedua di India. Terkenal sebagai penghasil leather terbesar. Hal ini lah yang
menjadikan "mimpi" nyata tinggal di kota ini. Masa itu terlewati sudah,
emak kini “balik” tinggal di Delhi menghirup udara penuh amarah. Yap, di Delhi
orang lebih mudah emosional dan gampang marah. Selangkah meninggalkan apartemen,
selalu berjumpa adegan adu mulut atau adu
jotos. Seperti kata Agustinus Wibowo. @avgustin88 “Indiakah
yang mengubah saya? Kenangan betapa kerasnya mental yang diperlukan
untuk bertahan hidup di India” .
Life is A Journey
0 $type={blogger}