Tadabbur Alam
February 19, 2014
Surga itu ada dan memang
ada, bahkan berada di sekeliling
kita. Laut luas biru yang membentang
dengan pasir putih lembut itu adalah surga kecil, gunung yang menjulang tinggi,
memberikan panorama keindahan alam hutan
dan sinaran sang surya, itu adalah surga kecil, air terjun dengan aliran sungai
yang jernih adalah surga kecil, bahkan senyuman dan tatapan penuh kasih sayang
orang orang yang kita cintai, orang tua, suami, anak, saudara dan teman adalah
surga kecil kebahagiaan di dunia. Surga
kecil yang membentang horizontal atau vertical (apaan sih, kayak matematika
*nyengir*) adalah rahmat yang Allah anugerahkan kepada kita, Surga Dunia.
Setelah sekian banyak tempat,
baik gunung dan lautan yang emak susuri dan jelajah, tersirat arti sebuah
perjalanan, selain suka mbolang, perjalanan juga mengenalkanku banyak hal, hal
yang mungkin ‘belum’ aku dapatkan dirumah. Menjelajah surga dunia, mensyukuri
setiap keindahan titipan Surgawi dari sang pencipta, bercengkrama dan bercinta
dengan alam. Tapi Dibalik semua itu ada hal yang lebih dan lebih, hubunganku
dengan masyarakat sekitar, budaya, adat, keanekaragaman, menghormati sesama dan
mencermati sisi kehidupan penduduk lokal.
Gunung Merapi |
Dibalik Indah dan tegaknya
gunung, jika kita mau mencermati, betapa ramah penduduk desa, tinggal dialam
yang asri, tanah surgawi, air jernih berlimpah, sayur mayur tumbuh subur, tapi
apakah mreka tinggal berkecukupan? Sungguh ironis, masih banyak penduduk yang
tinggal di dataran pegunungan tinggal dengan kondisi yang memprihatinkan, jauh
dari kata “cukup”. Tempat tinggal yang jauh dari kata “nyaman”. Hidup di tanah
surgawi dengan kondisi “memprihatinkan i” (sedikit puitis ala harmonisasi).
Hasil Panen di Kaki Gunung Merbabu |
Banyak masyarakat sekitar yang
hanya mengandalkan jagung dan singkong sebagai makanan utama. Singkong yang
dijadikan tiwul, atau nasi jagung bahkan Nasi Aking. Nasi aking? Jujur belum
pernah kenal nama menu ini *garuk2kepala* pertama kupikir nasinya di import
dari negri cina, atau masakan asli cina, ternyata *nangisdarah* nasi aking
adalah nasi yang sudah basi, dikasih air, dikeringkan, dimasak kembali dan
dimakan *mewek nggak ketulungan*. Sungguh, dibalik hingar bingar kesibukan
kantor, keluarga dan negri “ngetrip”
impian dan travelling, tak terbayang masih ada penduduk bangsa kita dengan kondisi
seperti ‘didepan mata’ seperti itu.
Pemandangan Di Gunung Merbabu |
Bersama dengan teman teman
pendaki, kita mengumpulkan rezeki untuk bisa membantu warga sekitar, membangun
musholla dan membagikan Alquran dan buku. Memang apa yang kita lakukan hanyalah
hal kecil yang secara langsung tidak mengubah kehidupan taraf hidup mreka,
paling tidak kita bukan manusia yang hanya menutup mata dan cuek cuek saja.
Harapan dan doa kita panjatkan, menebar kebaikan, mensyukuri setiap hembusan
nafas kehidupan, dan berbagi dengan sesama. ketika sebuah perjalanan mampu
mengubah kebaikan dalam diri, membawa kedewasaan diri, mengerti arti berbagi
dan kasih, kenapa harus menghentikan perjalanan ini ???
Gunung Merbabu |
Sahabat Perjalanan |
Camp Groung Selo - Merbabu |
Menelusuri Kearifan Masyarakat Lereng Merbabu |
Bani Saman |
Panen Bawang |
0 $type={blogger}