Bhaktapur adalah kota kuno yang merupakan rumah bagi seni dan arsitektur tradisional, monumen bersejarah, kerajinan tembikar, kuil, adat istiadat lokal, budaya, festival, dan musik mistis
Saya menggeleng dengan senyuman ketika seorang penjaga meminta saya membayar tiket masuk seharga tiket lokal.
“Bangladesh?” tanya bapak penjual tiket
“No, We are from Indonesia” sambil menyodorkan passport
Ini adalah pertama kali saya mengunjungi sebuah tempat dan dikira dari Bangladesh. Sejak kemarin jalan jalan ke Kathmandu, Sarangkot dan Phokara bahkan ke negara lain biasanya mereka mengira saya dari Malaysia. Tak apa, mungkin perjalanan estafet, seminggu di Kashmir sambung jalan jalan Nepal telah membuat “tampilan” saya berubah.
Setiap langkah menapaki kawasan danau terbesar kedua di Nepal ini ada tawa yang menghidupkan rasa
Dinginnya pagi menyelimuti ketika kami gegas berjalan meninggalkan hotel. Berbekal tiket yang sudah kami pesan melalui resepsionis hotel sehari sebelumnya, kami berjalan kaki menyusuri labirin kawasan Thamel menuju bus point. Mudah saja menemukan bus yang akan membawa kami menuju Phokara.
Ketika Annapurna muncul menampakkan diri perlahan dari balik kabut tebal, saat itu pula sebuah harap dilangitkan
Jalanan meliuk menanjak membebat bukit. Sesekali menukik meluncur ke bawah. Ladang, pepohonan lebat dan jurang menemani di sisi jalan. Mobil city car tua yang kami sewa masih tangguh melewati medan perbukitan yang akan membawa kami menuju Sarangkot.
Stupa yang dipercaya ada sejak abad ke-5 ini merupakan stupa terkuno, terbesar dan termegah bukan hanya di Nepal tapi juga di dunia
Kami berjalan mengikuti arus bersama para biksu juga peziarah. Terdengar lonceng berdenting bergantian. Aroma dupa. Om mani padme hum mengalun damai di udara bersamaan gerak khusyuk para peziarah mengelilingi Boudhanath.