Festival Tidore | Ritual Adat Rora Ake Dango
January 07, 2018
Ritual penyatuan air suci dari masing masing rumah adat yang disaksikan oleh roh para leluhur
Sultan, pemangku adat, bersama masyarakat dalam balutan pakaian putih putih berkumpul di desa adat Gura bunga. Seluruh lampu dipadamkan, terganti oleh temaram deretan obor bambu di malam yang khusyuk. Diringi tiupan, gesekan dan tabuhan alat musik tradisonal, menjadi pertanda dimulainya ritual adat Rora Ake Dango yang disaksikan oleh roh para leluhur.
Selimut dingin gunung Kie Matubu mendekap desa dalam suasana malam nan khidmat. Bagi masyarakat Tidore Kepulaun, Maluku Utara keberadaan Kie Matubu dan desa Gura bunga memiliki arti tersendiri. Bisa dibilang, Kie Matubu yang juga dikenal dengan Kie Marijang adalah jantung, sedangan desa Gura bunga adalah nadi kehidupan masyarakat Tidore.
Sehari sebelum ritual adat Rora Ake Dango berlangsung, saya bersama teman teman blogger serta pemerhati budaya berkunjung ke desa yang berada di pangkuan Kie Matubu. Gura Bunga yang bermakna taman bunga bernuansa asri, bersih dimana bunga bunga tumbuh bahagia.
Desa yang juga dikenal dengan desa diatas awan ini mengayomi lima marga berbeda. Yakni Mahifa, Toduho, Tosofu, Tosofu Malamo, dan Fola Sowohi. Langkah kami terhenti cukup lama di rumah adat (rumah Puji) yang berusia ratusan tahun. Berlantai tanah liat dan berdinding bambu dan Gedhek (anyaman bambu).
Rumah Puji yang dibangun dengan filosofi tersendiri menjadi tempat tinggal Sowohi, ialah orang pilihan yang menjadi pemimpin adat dari masing masing marga. Dan ada satu lagi Sowohi yang ditunjuk untuk memimpin para Sowohi lainnya. Disetiap rumah adat terdapat sebuah kamar khusus dimana hanya Sowohi yang diperbolehkan masuk kedalamnya. Diruangan ini terdapat tempayan berisi air suci dan disinilah Sowohi beribadah serta menjalankan ritual adat khusus.
Keberadaan keenam Sowohi sangat berarti bagi keberlangsungan Kesultanan Tidore. Para sowohi menjadi penghubung antara Kesultanan Tidore dengan roh para leluhur. Istilah khusus disematkan dalam hubungan istimewa tersebut, pemerintahan Hitam ialah kepemimpinan roh para leluhur sedangkan pemerintahan terang atau putih ialah kepemimpinan Kesultananan Tidore.
Kepercayaan yang mengakar sejak awal berdirinya kesultanan inilah yang menjadi titik awal diadakannya ritual Rora Ake Dango malam ini. Sebuah Ritual mengantarkan air suci dari rumah masing masing Sowohi untuk dijadikan satu dalam Dango (bambu). Ritual diselimuti dengan aura mistis ini menjadi pamungkas dimulainya Festival Tidore.
Air suci itu sendiri bersumber dari Kie Matubu yang diambil sehari sebelumnya. Air yang diambil malam menjelang Subuh ini dikenal dengan Prosesi Tagi Kie. Ake (air) kemudian disemayankan di masing masing rumah Puji.
Tetabuhan musik tradisional yang sedari tadi menemani tetiba terhenti. Sunyi. Berganti alunan sendu gesekan alat musik diiringi dengan pembacaan Borero Gosimo (pesan tetuah atau wasiat lelulur). Syair syair penuh makna dan amanah terdengar syahdu, menggiring setiap diri berjalan melintasi waktu, menembus masa lalu, bersapa dengan leluhur.
Berganti tiupan panjang Tahuri menggema ke seluruh desa hingga puncak Kie Matubu. Tiupan alat musik tradisional Maluku yang terbuat dari cangkang hewan ini diartikan sebagai sebuah panggilan.
`Hai Ngofa Se Dano ….….` panggilan lantang tanpa pengeras suara terdengar jelas dari arah Masjid yang bersebelahan dengan tanah lapang dimana ritual Ake Dango ini berlangsung.
Seluruh mata terhipnotis, mengikuti gerak iring iringan pembawa obor yang datang dari salah satu penjuru desa. Didahului oleh Sowohi, diikuti dengan seorang wanita yang membawa air dalam bambu berpenutup kain putih. Berjalan berbaris diikuti oleh keluarga dari marga Sowohi.
Air yang dibawa kemudian dituang kedalam bambu berukuran lebih besar. Bambu yang juga perpenutup kain putih ini dipagari dan dihiasi Janur serta obor. Proses penuangan air disaksikan oleh para Babato adat (pemangku adat).
Tiupan Tahuri terdengar nyaring kembali. Diikuti dengan panggilan lantang memanggil salah satu marga lainya. Iringan iringan datang dari penjuru berbeda. Formasi yang sama, diawali dengan sowohi, diikuti dengan wanita pembawa air dalam bambu dan diikuti barisan keluarga dari marga sowohi.
Diantara keheningan malam syahdu berselimut dingin membuat mata ini terkantuk. Di tengah khidmatnya acara, mbak Annie yang berada disebelah saya tetiba nyeletuk “Tahu nggak yang manggil dari masjid itu sebenarnya 3 orang. 1 orang asli dan diapit 2 orang tak kasat mata “. Glekkk, mata yang terkantuk langsung berbinar 1000 Watt.
Diantara gelapnya malam dengan temaram obor, sulit bagi kami untuk melihat dengan kasat mata. Berbeda dengan mbak Annie yang dianugerahi kelebihan. Antara penarasan dan juga takut, saya meminta Deddy yang juga berada disebelah untuk menge-zoom ke arah masjid dengan kameranya. Tak nampak apapun dalam kamera. Mbak Annie hanya tersenyum. Badan saya merinding mengingat Tidore kepulauan juga dijuluki negeri 1000 Jin.
Photo taken by www.papanpelangi.blog |
Tiupan dan panggilan yang sama terdengar kembali. Datang satu persatu iring iringan dari marga berbeda hingga keenam air dari rumah Puji yang kawal oleh para Sowohi telah tertuang dan menjadi satu kesatuan dalam bambu.
Air yang disatukan dalam Dango disemayankan semalaman ditempat yang sama. Dijaga oleh perwakilan marga yang dipersenjatai parang dan salawaku. Penjagaan ini dimaksudkan agar Ake Dango tidak mendapat gangguan hingga esok hari.
Tarian dua pemuda Gurabunga yang memiliki kharisma ini menjadi gong terselesaikannya ritual Ake Dango. Diikuti dengan pertunjukkan tarian Kapita oleh 30 pemuda dan anak anak. Dilanjutkan dengan sambutan dari Sultan dan Walikota Tidore. Terakhir, acara ditutup dengan Kabata, seni berbalas pantun diiringi dengan irama tumbukan kayu kedalam lumbung pagi.
Ritual Rora Ake Dango, tarian Kapita, Kabata yang telah berlangsung tak hanya menjadi seni pertunjukkan semata dalam festival Tidore. Hal ini adalah bukti betapa masyarakat Tidore menjunjung tinggi adat, melestarikan budaya sekaligus menjadi simbol keberagaman dalam persatuan.
18 $type={blogger}
Menarik sekali...pesona ritual adat menyatu dengan keindahan alam...:)
ReplyDeleteBanget, rsanya begitu khidmat dan menyatu dengan alam
Deletekangen suasana tenang di gurabunga :(
ReplyDeletebanget, kalau ada rezeki, pingin nginep disini.
DeleteAku seneng ngeliat foto masjid berlatar gunung itu, mak. :D
ReplyDeleteWah, acara kemaren itu pas barengan sama upacara adat begini ya? Seru banget mesti, Mak.
Nek ritual ngene emang mistis banget hawanya
Iya, Dalam festival Tidore banyak acara Ritual kayak gini. jadi festivalnya nggak cuman sehari saja, tapi 5 harian.
DeleteSeneng lihat budaya yang dipertahankan kayak gini
Mak aku baca ini sambil melamunkan film Coco. Beruntungnya Mak pas kesana ada upacara adat.
ReplyDeleteAlhamdulilah bisa menyaksikan semua ritual dalam festival Tidore.
DeleteMasjidnya bersiiiih sekali. Udara yang sejuk makin bikin nikmat pas solat. Aku kangen suasanya magis... eh apa ya kata yang tepat haha, pokoknya suasanya yang saat semua lampu dipadamkan itu sungguh bikin kangen.
ReplyDeleteAku nggak masuk ke Masjid, waktu lagi mmmm. Tapi kelihatan sekali kalau Masjid nya bersih.
DeleteMagis dan khidmat.
Jadi keinget lolongan anjing menjelang pidato Jou Sultan. Merinding
ReplyDeletePollll Merindinganya mbak. Menggaung sampe puncak Kie Matubu
DeleteIni momen apes bagiku. Kamera andalanku rusak pas acara belum seleai. Hiks. Btw, I was so excited di malam ini. Aura mistis sekaligus khusyuk terasa jelas. Entah soal makhluk tak kasat mata, tapi kalau aku nggak salah dengar sempat ada suara lolongan anjing (serigala?) bersahut-sahutan. Kaya pas tengah malam di Seroja itu lho. Hiiiiiyyy...
ReplyDeleteIya, mistik banget malam itu. lolongn anjing bersahur sahutan. itu aku, mbak Any, Dedy sama mbak Rien merinding semua ihhhhh. Tapi seru acaranya.
ReplyDeleteOaaalaa, kamera sampeyan rusak pas acara ini ya, baru tahu. tahu di Youtube tak lihat sampeyan sempat ngerekam beberapa momonet. dan nge vlog juga
Khidmat pas ritual ini, meski memang kesannya mistis. Tapi kekhidmatannya itu yang bikin kangen :)
ReplyDeleteGa kebayang sih kalo lgs menghadiri acaranya. . Krn baru tahap membacanya aja, aku berasa serunya , apalagi pas tau 2 yg kasat mata itu :p. Dan aku br tau kota ini dikenal jg kota 1000 jin mba
ReplyDeleteYampun, bacanya serasa ikut berada di sana mak. Selalu menarik ya, prosesi adat kek gini, mistis2 gmn gituuuu... 😂😂😂
ReplyDeletekeren mba..
ReplyDeletePendapatan Mayora