Klenteng Sang Laksamana Cheng Ho
October 06, 2015
Jejak
peninggalan sejak 6 abad dahulunya adalah sebuah gua kecil yang disulap menjadi klenteng megah
Bersama
sang raja siang yang menusukkan terik di ubun ubun kepala, saya dan tarie bertandang ke Klenteng Sang Laksamana besar
penakluk samudra, Laksamana Cheng Ho. Ini adalah Klenteng kedua yang saya
kunjungi di kota Semarang, setelah sebelumnya saya berkunjung ke klenteng
terbesar di Semarang, Klenteng Tay Kak Sie.
Sampai
di Klenteng Sam Poo Kong, sebuah gerbang bertuliskan Sam Poo Kong dengan
sepasang naga saling berhadapan menyambut kedatangan kami. Sam Poo sendiri
dalam lafal hokkian dari San Bao, sebutan lain dari sang Laksamana Cheng Ho.
Laksamana yang juga dikenal dengan nama Arab Haji Mahmud Sham adalah seorang
pelaut dan penjelajah dari daratan Tiongkok.
Sepasang
naga diatas pintung gerbang yang nampak memperebutkan matahari adalah simbol Tolak
Balak. Masyarakat Tiongkok percaya bahwa dengan adanya naga, Klenteng dilindungi
dari pengaruh jahat. Hal yang sama saya lihat ketika mengunjungi Klenteng Tay Kak Sie.
Melangkahkan
kaki memasuki klenteng, seolah memasuki daratan Tiongkok. Aroma Hio tercium
halus. Bangunan bergaya Tingkok berdiri megah berjajar didepan pelataran yang
luas. Dan berhadapan dengan satu bangunan yang sekilas nampak bagaikan sebuah “hall”. Lampion beraksara China
menggantung di pepohonan beringin nan rindang. Dan diujung sana, berdiri gagah
patung sang laksamana Cheng Ho.
Bangunan
disini memiliki kesamaan design, hanya ukurannya saja yanag berbeda.
Keseluruhan bangunan didominasi warna merah menyala. Disanggah oleh puluhan
kayu didalamnya dan tiang batu berukir naga didepannya. Dipelatarannya deretan
patung berwajah oriental dengan balutan baju khas Tiongkok. Nuansa Tiongkok
lebih terasa dengan sebuah kolam hijau mengayomi kawanan ikan koi.
Pada
tahun 1405 Laksamana memulai perjalanan Akbar melintasi Samudra. Malang tak
dapat dihindari. Pada tahun 1416 Armada Ceng Ho terpaksa merapat di kota Semarang. Dikarenakan Wang Jinghong, orang kedua dalam armada tersebut sakit
keras.
Di
Simongan, mereka menemukan sebuah gua dan tinggal disana. Setelah sembuh, Wan
Jinghong memutuskan untuk tidak melanjutkan perjalanan dan mengembangkan
aktifitas perdagangan dan pertanian. Untuk mengenang sang Laksamana beliau
membuat patungnya di dalam gua.
Oleh
penduduk setempat, Wang dikenal sebagai Kiai Juru Mudi Dampo Awang. Beliau
menghembuskan nafas di usia 87 tahun. Dan dimakamkan didaerah Simongan. Kini,
mata saya tertumbuk pada bangunan tempat beliau dimakamkan. Diapit Kuil utama
disebelah kiri dan Tho Tee Kong
disebelah kanan.
Saya
melangkahkan kaki menuju Patung laksamana yang berada tepat didepan Kuil Utama.
Patung Sang laksamana berukuran jumbo berwarna kuning keemasan lengkap dengan
jubah dan topi kebesarannya. Nampak gagah dan berwibawa.
Cheng
Ho sendiri tidak dipuja di Tiongkok. Karena disana tidak ada satupun Klenteng
yang dibangun untuknya. Namun di negara kita dan Asia Tenggara, beliau dipuja
secara luas. Klenteng Sam Poo Kong di Semarang dimana saya berdiri saat ini adalah salah satunya.
Berdekatan
dengan patung sang laksamana sebuah pintu gerbang berukuran jumbo. Gagang
pintunya terbuat dari kuningan dengan design kepala singa. Menatap pintu
gerbang ini mengingatkan saya akan pintu gerbang istana dalam film film China.
Dimana tokoh utamanya dengan ringan terbang melewati pintu tersebut.
Mentari
kian meninggi, butir butir keringat membasahi. Rasanya saya tak sanggup lagi
membidikkan kamera ditengah pelataran kuil. Dari pintu gerbang, saya gegas
memasuki ‘hall’ yang berada di sayap kanan berdekatan dengan pintu masuk.
Bangunan
ini lebih mirip dengan sebuah ‘Hall’ dengan puluhan tiang berwarna merah
menyangga atapnya. Langit langitnya berwarna kuning menyala nampak begitu
kontras dengan garis kayu warna merah membahana. Dekorasi berupa sepasang naga
saling berhadapan menghiasi tiang
tiangnya. Cantik sekali dalam jepretan kamera. Terakhir kami menghabiskan waktu
duduk santai mengamati dan mengirup nuansa Tiongkok yang ditawarkan.
14 $type={blogger}
Di Batam ada mesjid Laksamana Ceng Ho. Entahlah apa beliau pernah mampir atau tidak ke Batam. Tapi Kalau ke Kepri mungkin iya terlewati secara dia menyusuri Laut Cina Selatan sebelum akhirnya berlabuh di Semarang. Melihat foto-fotonya ini aku jadi semakin tertarik pengen ke Semarang Mbak :D
ReplyDeleteBanyak masjid Cheng ho di Indonesia ya sekarang. Aku barusan alik dari Masjid Cheng Ho di Surabaya. Kemungkinan dia lewat sana dan meninggalkan jejak kebesarannya.
DeleteHayooo explore semarang mbak, sekalian kulineran :)
Komplek klenteng ini luas. Bangunannya juga megah-megah. Sejarah yang menyertainya juga hebat. Senang pernah ke sini bareng konco-konco :) Fotonya apik mbak.
ReplyDeleteLuas dibandingkan klenteng lain di Semarang. Iya, saya kemarin cekikikan berdua sama Tarie. trims :)
DeleteAku pengen balik lagi ke sini.. Kemaren belum sempat nyobain foto-foto pake kostum Cina... hehehehe..
ReplyDeletehehehe aku malah nggak kepingin mbak. Kemarin waktu lihat kesini ada cewek pakai kostum gitu, terlihat lucu
DeleteAku ke situ dan panas nya juara banget :-)
ReplyDeleteSemarang memang panasnya juara :)
Deletehebat ya laksamana cheng ho ini ... inspiring
ReplyDeleteBetul, makanyya aku mbolang membelah lautan biar kayak dia, hehehe
DeleteLebih hebat endhi panas Suroboyo opo Semarang? Aku nang Semarang cumak dhilut2, seh... ira
ReplyDeleteLebih hebat Semarang. panasnya mneyesap Energi. Untuk kuliner e enak enak, dadi penyeimbangan.
DeleteSelama ini saya belum pernah ke Semarang, tapi klenteng ini masuk ke dalam daftar tempat yg ingin saya kunjungi kalau suatu saat main ke kota ini :) Foto-fotonya bagus dan cerah, tapi kebayang ya pasti di balik foto-foto itu cuacanya pasti terasa panas banget!
ReplyDeleteSemoga waktu ke Semarang mampir kesini ya. Banget, cetar membahana panasnya Semarang
Delete